HeadlineKanan-SliderSlider

Mengingat Para Pahlawan Sebagai Martir Bangsa

Oleh Ripaldi

Mengawali artikel ini, saya berupaya mengingat sebuah pepatah Latin yang menyatakan “Historia Magistra Vitae Est” yang bermakna bahwa sejarah adalah guru kehidupan menarik untuk diingat kembali. Sejarah kembali mengantar kita untuk menilik pembelajaran yang ada di masa lalu dalam rangka memaknai masa depan dengan lebih bernilai. Salah satu bagian yang penting sejarah tersebut di bulan November ini adalah mengingat para pahlawan bangsa Indonesia.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata mengingat bermakna memperhatikan, memikirkan, atau menilik dengan pikiran.[1] Sedangkan kata pahlawan menunjuk orang yang menonjol karena keberanian dan pengorbanannya dalam membela kebenaran.[2] Dengan melihat dua kata tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa mengingat para pahlawan bermakna sebuah sikap untuk memperhatikan, memikirkan dan menilik dengan pikiran orang-orang yang dianggap menonjol dalam keberanian dan pengorbanannya dalam membela kebenaran.

Salah satu tokoh yang tak bisa dipisahkan saat kita merayakan Hari Pahlawan adalah Bung Tomo. Sebab ketika kita menilik sejarah peringatan Hari Pahlawan pada 10 November merujuk pada peristiwa perjuangan rakyat Surabaya dalam menghadapi penjajah.

Sutomo sendiri lahir di Kampung Blauran, Surabaya pada 03 Oktober 1920 dan meninggal di Mekkah pada 07 Oktober 1981. Dalam masa mudanya, Bung Tomo dibesarkan dalam kehidupan keluarga yang sangat menghargai pendidikan. Seorang pekerja keras baik dalam masa kecil hingga menjadi seorang tokoh pejuang bangsa. Ketika pada tentara Inggris mendarat pada bulan Oktober 1945 di Surabaya dengan janji untuk tidak mencampuri urusan dalam negeri. Namun, kemudian dilanggar yang menyebabkan pertempuran pada 10 November 1945, setelah sebelumnya Jenderal Mallaby terbunuh dan rakyat Surabaya tidak mengindahkan ultimatum karena peristiwa tersebut.[3] Salah satu bagian gambaran yang khas yang ditemui dari Bung Tomo dalam peristiwa tersebut adalah keberanian Bung dalam memimpin dan membangkitkan semangat rakyat dalam melawan Penjajah.[4] Suatu semangat dan sikap melawan penindasan dan ketidakadilan.

Dalam bingkai tema ini yakni “Mengingat Para Pahlawan Sebagai Martir Bangsa”, penting melihat makna kata martir. Dalam KBBI kata martir bermakna orang yang rela menderita, bahkan mati dalam memperjuangkan kebenaran. Jelas, bahwa Bung Tomo dan para pahlawan bangsa secara keseluruhan adalah para martir yang sudah berkorban, bahkan mati dalam memperjuangkan kebenaran.[5] Sebuah sikap dan semangat yang harus terus dihidupi oleh seluruh elemen bangsa.

 Tahun ini, peringatan Hari Pahlawan diusung dengan tema  “Semangat Pahlawan untuk masa depan bangsa dalam memerangi kemiskinan dan kebodohan”. Jelas ranah pertama untuk memerangi kemiskinan tentu menjadi tanggung jawab utama dari pemerintah dalam rangka mewujudkan nilai keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Oleh sebab itu, sebagai sebuah lembaga pendidikan, STT GKE tentu berupaya untuk mewujudkan semangat para pahlawan tersebut dalam rangka memberantas “kebodohon”. Tentu kebodohan yang dimaknai di sini, tidak menunjuk langsung pada ketidaktahuan.[6] Tetapi lebih pada upaya membantu bangsa dalam mendidik anak-anaknya supaya bisa meningkatkan pengetahuan yang pandai dan cakap dalam memaknai konteks baik dalam rangka bergereja maupun bermasyarakat.

Menurut Josef Widyatmadja dalam bukunya “Yesus Wong Cilik”, bentuk diakonia yang ideal dalam melakukan pemberdayaan dan pembebasan adalah diakonia transformatif. Sebuah pelayanan yang dianalogikan dengan mencelikkan mata yang buta dan memampukan kaki seseorang untuk berjalan sendiri.[7] Saya pikir hal ini ideal untuk dikembangkan oleh siapa pun baik sebagai sebuah lembaga pendidikan layaknya STT GKE maupun gereja terkhususnya bagi pelayanan sesama. Sebuah upaya bersama untuk memerangi kemiskinan dan kebodohan dengan membuat mereka menjadi manusia yang otonom. Sikap berani melawan ketidakadilan dan penindasan melewati pemberdayaan sumber daya manusia. Suatu sikap kongkret dalam rangka mengingat para martir bangsa di masa kini. Sehingga semangat pahlawan tetap membara dalam diri kita. Pada akhirnya, selamat Hari Pahlawan 10 November 2023, selamat menghidupi nilai kemartiran mereka dalam wujud yang nyata. Tuhan Yesus memberkati.

Sumber Referensi:

Josef Widyatmadja, Yesus Wong Cilik (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2010), 43-44.

Sarjono M, Kisah Bung Tomo (Semarang: ALPRIN, 2008), 1-4. https://books.google.co.id/books?id=LGz8DwAAQBAJ&pg=PT2&dq=Bung+Tomo.pdf&hl=id&newbks=1&newbks_redir=0&sa=X&ved=2ahUKEwiq0ISO6KSCAxX2SWwGHZ8VAo4Q6AF6BAgMEAI#v=onepage&q=Bung%20Tomo.pdf&f=false diakses pada 02 November 2023.

Https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/martir, diakses pada 02 November 2023.

Https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/kebodohan, diakses pada 02 November 2023.

Https://Kbbi.Kemdikbud.Go.Id/Entri/Mengingat, diakses Pada 02 November 2023.

Https://Kbbi.Kemdikbud.Go.Id/Entri/Pahlawan, diakses Pada 02 November 2023.


[1] Https://Kbbi.Kemdikbud.Go.Id/Entri/Mengingat, diakses Pada 02 November 2023.

[2] Https://Kbbi.Kemdikbud.Go.Id/Entri/Pahlawan, diakses Pada 02 November 2023.

[3] Sarjono M, Kisah Bung Tomo (Semarang: ALPRIN, 2008), 1-4. https://books.google.co.id/books?id=LGz8DwAAQBAJ&pg=PT2&dq=Bung+Tomo.pdf&hl=id&newbks=1&newbks_redir=0&sa=X&ved=2ahUKEwiq0ISO6KSCAxX2SWwGHZ8VAo4Q6AF6BAgMEAI#v=onepage&q=Bung%20Tomo.pdf&f=false diakses pada 02 November 2023.

[4] Ibid., 1.

[5] Https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/martir, diakses pada 02 November 2023.

[6] Https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/kebodohan, diakses pada 02 November 2023.

[7] Josef Widyatmadja, Yesus Wong Cilik (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2010), 43-44.

Bagikan tulisan ini:

Leave a Reply

Your email address will not be published.