HeadlineKanan-SliderSlider

KASIH YANG SESUNGGUHNYA

Oleh: Pdt. Ripaldi, M.Th

Memasuki bulan Februari, salah satu momen penting yang biasanya diingat adalah perayaan Valentine. Perayaan ini umumnya dirayakan di berbagai daerah yang identik dengan pemberian cokelat. Walaupun harus diakui bahwa perayaan ini pula ditolak di beberapa daerah di Indonesia (contoh: lih. “Perayaan Valentine di Indonesia: Dirayakan sekaligus dikutuk”, https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-47222657). Salah satunya alasan kuat adalah bahwa perayaan ini dikaitkan dengan budaya pagan dan tradisi agama tertentu, secara khusus Kristen. Di sisi lain, perayaan Valentine dipandang dapat merusak moral dan ideologi bangsa Indonesia (“Pelajar di Surabaya tolak Valentine”, https://nasional.tempo.co/read/744055/pelajar-sma-di-surabaya-tolak-hari-valentine/full&view=ok). Bagaimana sebenarnya perayaan Valentine ini lahir? Bagaimana sikap yang benar dalam memaknai perayaan Valentine ini?

1. Makna Lama: Awal Mula

Dalam catatan di https://www.worldhistory.org/Valentine’s_Day/ setidaknya ada tiga versi awal mula perayaan Valentine. Pertama, perayaan Valentine dikaitkan dengan seorang pendeta Kristen bernama Valentine atau Valentinus. Ketika Kaisar Claudius II (268-270 M) memerintah, ada larangan bagi para pemuda untuk menikah. Hal tersebut dilakukan karena orang-orang muda akan ditempatkan sebagai prajurit kekaisaran. Pelanggaran atas aturan tersebut berakibat pada hukuman mati. Namun, Valentine menentang aturan tersebut dan menikahkan seorang pasangan muda-mudi. Hal tersebut membuat ia dihukum mati oleh kaisar.

Versi kedua mengaitkan perayaan Valentine dengan seorang pria bernama Valentine yang membantu orang-orang Kristen untuk lari dari penyiksa. Ia kemudian ditangkap dan dibawa menghadap Kaisar Claudius II. Kaisar Claudius II kemudian meminta Valentine untuk menyangkal imannya kepada Yesus Kristus. Namun, ia tetap bersikukuh atas imannya dan menolak permintaan kaisar.Hal tersebut menyebabkan ia dipukul dan dibunuh serta mati sebagai seorang martir.

Versi ketiga mengaitkan perayaan Valentine ini dengan seorang pria yang bernama Valentine yang berada di sebuah penjara. Hari-hari pria tersebut sangat menyedihkan. Namun, kemudian putri sipir penjara menghiburnya dengan memberikannya bunga. Hal tersebut membuat ia bersyukur dan jatuh cinta kepada putri sipir tersebut. Menurut cerita, putri tersebut buta, dan Valentine menyembuhkannya. Hal tersebut membuat sipir penjara dan keluarga kemudian memutuskan untuk menjadi Kristen. Ia menulis sebuah surat Valentine pertama kepada putri sipir penjara tersebut yang diberikan tanda “From your Valentine”.

Dalam versi yang lebih tua, perayaan Valentine ini dikaitkan dengan perayaan Romawi kuno yang bernama Lupercalia. Perayaan tersebut dirayakan setiap tanggal 15 Februari dan dikaitkan dengan peringatan kepada Faunus, Dewa Romawi dan pendiri Roma yakni Romulus dan Remus. Perayaan yang namanya kemungkinan besar diambil dari kata Lupus, yang menunjuk pada serigala betina yang membesarkan Romulus dan Remus dalam mitologi Roma.

Dalam perayaan Lupercalia, kulit kambing dipotong dalam beberapa bagian dan dioleskan dengan darahnya yang kemudian dipukul secara lembut kepada tanaman dan para perempuan muda oleh Luperci. Hal tersebut dipercaya dapat membuat tanah dan perempuan menjadi subur. Setelahnya para perempuan muda tersebut akan memasukkan nama mereka dalam sebuah guci besar. Para lelaki muda akan mengambil satu nama dari guci tersebut yang akan menjadi pasangan mereka selama satu tahun dan diperkenankan melakukan hubungan fisik termasuk seksual. Hubungan tersebut tidak terikat dalam pernikahan. Oleh sebab itu, sering kali beberapa pasangan tidak menikah setelah ikatan berakhir.

Dari paparan beberapa versi di atas, jelas bahwa kisah tentang Valentine ini beragam. Namun, satu kesimpulan yang didapat adalah bahwa era ini kebanyakan dikisahkan terjadi pada masa pemerintahan Kaisar Claudius II dan kematian Valentine umumnya dikisahkan terjadi pada tanggal 14 Februari. Atau kesimpulan umum yang didapat adalah bahwa perayaan ini erat kaitannya dengan kekristenan dan budaya Romawi. Beberapa menyatakan bahwa hal tersebut merupakan sebuah langkah untuk mengubah perayaan Lupercalia menjadi perayaan yang lebih beradab. Kekristenan memandang bahwa sebuah hubungan seksual adalah sesuatu yang kudus (bdk. Im. 20:10; Amsal 6:32; Ibrani 13:4). Oleh sebab itu, pernikahan kudus adalah hubungan awal yang harus dibangun sebelum sampai pada tahapan tersebut. Oleh sebab itu, kaitan antara perayaan Valentine dan Lupercalia sering kali diragukan keterkaitannya. Walaupun perayaan ini masih menjadi misteri yang sulit dipecahkan. Bahkan di beberapa tempat seperti Perancis dan Inggris, tanggal 14 Februari merupakan masa awal kawin burung. Oleh sebab itu, kesan romantisme di tanggal ini semakin sulit dihindari..

2. Makna Baru: Sebuah Pemaknaan Kasih Sayang

Dalam konteks kemudian, perayaan Valentine erat dikaitkan dengan pemberian atau pertukaran cokelat dan pengiriman kartu ucapan selamat Valentine. Coklat sejak lama dikenal sebagai lambang keromantisan. Bahkan pengiriman kartu Valentine menjadi yang terbesar kedua di dunia setelah kartu ucapan selamat Natal. Dalam kartu Valentine biasanya akan terlihat tokoh seorang anak dewa Romawi yang dikenal dengan nama Cupid yang berakar pada dewa Yunani, Eros. Ia awalnya dikenal sebagai dewa yang nakal dan sering kali merusak cinta seseorang. Namun di masa kemudian, ada pelunakan pada perannya, dan ia dikaitkan secara langsung dengan cinta.

Tetapi terlepas dari beragam kisah bahkan awal mula perayaan Valentine. Bahkan beberapa penolakan atas perayaan tersebut. Perayaan Valentine tetaplah sebuah perayaan yang popular di banyak tempat. Dualisme pemahaman atas perayaan ini tentu sulit dihindari. Tetapi, perayaan Valentine tentu banyak pula meninggalkan kesan yang positif. Dalam perayaan Valentine ada banyak orang yang saling berbagi ucapan kasih sayang melewati kartu, bahkan sebatang coklat. Tentu, kasih sayang harusnya berlangsung setiap hari, dan coklat tidaklah bisa sepenuhnya mewakili kasih sayang seseorang. Akan tetapi, apakah kemudian perayaan ini menjadi tabu selama kesan positif tersebut masih tetap menjadi makna utama? Tentu saja dengan makna tersebut, penolakan atas perayaan Valentine merupakan suatu hal yang naif. Bukankah ia juga termasuk kasih yang sungguh dan jauh lebih baik dari sebuah kebencian?

Sumber Referensi:

Https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-47222657
Https://www.britannica.com/biography/saint-valentine
Https://www.history.com/topics/valentines-day/history-of-valentines-day-2
Https://nasional.tempo.co/read/744055/pelajar-sma-di-surabaya-tolak-hari-valentine/full&view=ok
Https://www.worldhistory.org/valentine’s_day/
Bagikan tulisan ini:

Leave a Reply

Your email address will not be published.