HeadlineKanan-SliderSlider

JALAN SENGSARA, JALAN KEMENANGAN (Menyambut Minggu Sengsara I)

Oleh: Pbrt. Dr. Tulus To’u, M.Pd

1. Jalan terkontaminasi

Kodrat manusia hidup sebagai makhluk sosial dan individu. Sebagai individu yang berjuang dan mempertahankan hidupnya di antara berbagai makhluk di sekitarnya. Manusia, pada dasarnya, hadir dan dicipta sebagai makhluk yang istimewa, citra dan mencitrakan Sang Penciptanya. Ia begitu agung dan mulia. Terhormat dan bermartabat. Sungguh baik dan amat baik. Ia datang dan hadir ke dunia dengan mandat memelihara dan merawat semua makhluk. Sehingga tercipta harmonisasi segala makhluk alam semesta.

Manuusia, mata dan hati, rupanya, mudah terbuai lantunan merdu merayu dan menggoda. Suara bujuk rayu syahdu, membuat manusia, dengan kebebasannya, lebih memilih bebas merdeka dari Sang Penciptanya. Ia menjadi makhluk bebas mandiri menentukan nilai-nilai, ukuran dan standar hidupnya sendiri. Namun, kebebasan dan kemerdekaan itu, justeru menggiringnya bukan menuju kehormatan dan kemuliaan. Sebaliknya, menghantarnya ke dalam kejatuhan, keruntuhan, kerendahan serta kehinaan. Di luar Sang Pencipta, perilaku bebas, semata untuk memuaskan hawa nafsu kedagingan, yang rendah dan hina. Ia, hanya merusak dan menghancurkan hidupnya. Hidup yang rusak ini, bagai efek domino, meluas, melebar, menyebar, merayap, mengalir dan menggurita, ke dalam seluruh aspek hidup manusia, serta bermasyarakat. Sang Bijak, “Semua orang telah berdosa dan kehilangan kemuliaan Allah.” Masyarakat menjadi sakit dan tidak sehat. Sakit HP4: sakit hati, pikiran, perasaan, perkataan, perilku dan perbuatan.

Ketika, seorang yang terdidik baik dalam keluarga. Selesai dan terdidik dari sekolah yang baik. Ia dikenal sebagai orang yang terdidik, orang baik dan benar. Ia masuk ke dalam dunia kerja, dunia yang nyata dan realistis. Ia terperenjat. Ia, di sana, berjumpa orang-orang sakit HP4. Orang baik dan benar, tidak selalu disambut baik. Perlahan merasakan tekanan, hambatan, penyisihan, injakan, intimidasi. Terang dan gelap bergesek. Untuk bertahan, pelan-pelan tidak melawan arus, coba adaptasi dan ikut aliran arus. Gayung bersambut. keadaan menjadi lentur dan fleksibel. Akar melemah, cahaya meredup, belanga diri terkontaminasi, setitik nila rusak susu sebelanga, hidup terbawa dan dibawa arus. J.J.Rouseau, “Manusia sebenarnya dilahirkan dengan keadaan yang baik. Tetapi, ketika ia masuk dalam dunia nyata, di tengah masyarakat, ia menjadi rusak dan tidak baik. Masyarakat yang telah rusak, yang merusaknya.” Lingkungan sosial yang buruk, dapat merusak manusia yang baik. Pondasi hidup yang lemah, mudah goyah dan runtuh. Perlu moral, iman dan intelektual yang baik dan kuat.

2. Jalan, ujungnya menuju maut

Hidup ini adalah perjalanan, maka jalanilah, kata Bijak. Benar, sejak seseorang dapat berjalan, pergi dan bepergian. Sejak seseorang dapat berpikir, memikirkan dirinya, membuat pilihan dan keputusan. Maka, sejak itulah, seseorang mulai menjalani perjalanan dan pengembaraannya di dunia.
Perjalanan hidup seseorang dapat pendek, sedang, panjang, atau sangat panjang. Bertahun-tahun, bahkan berpuluh-puluh tahun. Umur manusia 70 tahun, jika kuat, 80 tahun, atau lebih. Dengan segala akal, pikiran, pengetahuan, keterampilan dan pengalaman, seseorang dapat melakukan banyak pilihan-pilihan dan keputusan-keputusan. Hal itu mewujud dalam sikap, perbuatan dan perilakunya. Perilaku yang berbuah baik dan manis. Atau, sebaliknya, hidup berbuah masam, pahit dan buruk.

Sedalam laut, dapat diduga. Sepandai tupai melompat, ada kala jatuh. Sehebatnya manusia, ada saat tidak berdaya. Demikianlah, kemampuan mata melihat, ada batasnya. Demikian juga, akal pikiran manusia memahami alam dan isinya. Manusia, memang besar, tetap terbatas. Kuat perkasa, tetap terbatas. Cerdas pandai, tetap terbatas. Maka, ketika seseorang merancang jalan sendiri, dengan kekuatan sendiri, untuk dirinya sendiri. Disangkanya, ujungnya kebahagiaan, kesejahteraan, kemakmuran dan keselamatan. Oh…ternyata dan ternyata, ujungnya maut dan kebinasaan. Sang Bijak, “Janganlah bersandar pada pengertianmu sendiri. Sebab, ada jalan yang disangka orang lurus, ujungnya menuju maut.” Sebab, mata hati manusia terbatas. Sebaliknya, hanya, “Akulah jalan dan kebenaran dan hidup,” kata-Nya.

3. Jalan di api bah, lautan api

Istilah api bah, dikembangkan dari istilah air bah. Air, dalam skala kecil sungguh menjadi berkat bagi manusia. Secara khusus dalam skala besar, dapat dimanfaatkan bagi pembangkit tenaga listrik. Akan tetapi, air dalam skala besar, yang tidak terkendali, seperti banjr besar atau banjir bandang. ia menjadi kekuatan yang merusak banyak kehidupan. Kita melihat itu juga dalam kisah “Air Bah,” yang dahsyat masa Nuh. “Mati binasalah segala yang hidup… hanya Nuh yang tinggal hidup dan semua yang bersama-sama dengan dia dalam bahtera itu.” Itu dahsyatnya air bah.

Nah, bagaimana dahsyatnya, api bah ? Api yang kecil dan terkendali, sungguh jadi berkat bagi manusia. Sekali waktu, waktu kami masih di Bandung, isteri saya menyalakan kompor arang briket batu bara, mengguanakan spiritus. Air spiritus tertumpah di lantai. Api sekejap menjalar ke mana-mana. Menjalar juga ke kain-kain, ke tangan, ke kaki dan ke rambut di kepala kami. Kami bertiga dengan anak kami, berjuang memadamkannya. Dengan terengah-engah dan stress hebat, berjibaku, akhirnya api dapat dipadamkan. Oh….sungguh-sungguh mencekam hebat, stress, dan takut. Takut api membesar dan menghanguskan rumah.
Api yang besar dan tidak terkendali, akan jadi musibah dan meluluh-lantakkan harta benda. Api besar tidak terkendali, cukup untuk menyusahkan dan menyengsarakannya. Namun, di ujung jalan hidup manusia, akan ada kesengsaraan paling dahsyat, paling hebat, paling sengsara, paling ditakutkan banyak orang. Hal itu, akan terjadi bila manusia membiarkan hidupnya tenggelam dalam kontaminasi buruk sekitarnya. Hanyut dan tenggelam dalam arus hidup buruk sekitarnya. Membiarkan hidup tenggelam dalam jalan yang disangkanya lurus, tetapi ujungnya menuju maut. Mengabaikan dan tidak merespon panggilan Yang Bijak, “Bertobatlah, jangan berbuat dosa lagi, supaya padamu jangan terjadi yang lebih buruk.”

Apa, yang paling buruk, yang paling menakutkan, yang paling menyengsarakan ? Akhir perjalanan hidup seseorang, setelah selesai pengembaraan di dunia kekinian, masuk ke dunia keakanan, dunia yang akan datang, hidup di balik hidup kini, hidup di balik kematian. Siapapun, yang sampai menjelang detik terakhirnya, tetap tegar tengkuk, tidak berbalik bertobat kepada Sang Penciptanya, tidak rendah hati seperti salah seorang tersalib itu, “Yesus, ingatlah akan aku, apabila Engkau datang sebagai Raja.” Akan tersedia api bah yang maha luas dan besar tak terkira, yakni lautan api yang maha dahsyat. “Maut dan kerajaan maut itu dilemparkan ke dalam lautan api. Itulah kematian kedua: lautan api.” Mengerikan sekali, lautan api. Kebinasaan.

4. Jalan salib, jalan sengsara, jalan kemenangan

Jalan salib adalah jalan sengsara, jalan yang dijalani dan dilalui Yesus. Jalan yang dilakukan untuk menolong dan menyelamatkan manusia berdosa. Sehingga manusia tidak dilempar ke dalam api sengsara, api bah, lautan api itu. Dalam jalan salib Kritus, kita melihat dan menemukan makna:

  1. Yesus berbela rasa. Ketika Yesus berhadapan dengan manusia yang sakit berbagai penyakit, menderita oleh kuasa roh jahat, menderita oleh perilaku dan hidup berdosa. Bahkan mereka yang ditinggal oleh kematian. Hatinya-Nya tergerak oleh kasih yang amat mendalam, dan hati yang penuh berbela-rasa. Ia sungguh menyelami dan memahami keadaan, kesusahan serta penderitaan mereka. Ia berjalan bersama dan menyertai mereka. Agar mereka kuat melangkah.”Segala perkara dapat ditanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan.”
  2. Yesus mengemban misi sorgawi. Yesus bukan dari dunia ini. Ia datang dari sorga, Anak Allah, Firman yang menjadi Manusia. Kejadian-Nya, dikandung Oleh karya Roh Kudus. Kedatangan ke dunia, diutus Allah Bapa, membawa misi sorgawi. Misi keselamatan dan penyelamatan manusia dari belenggu dan perhambaan dosa. Allah pro-aktif turun tangan, sebab dosa, hanya mungkin diselesaikan oleh Allah. Tanpa campur tangan Allah, manusia mustahil dapat menyelamatkan dirinya sendiri. Keselamatan hanya augerah, Sola Gracia. Oleh-Nya, ada jalan ke sorga. Pintu sorga terbuka, pintu neraka ditutup.
  3. Yesus berpihak pada manusia. Kancah perseteruan dosa adalah tiga pihak. Allah pencipta manusia yang menempatkan manusia yang bebas merdeka. Iblis yang memprovokasi manusia menjauhi dan memberontak pada Allah. Manusia, pihak yang seharusnya taat pada Allah, tetapi yang digoda Iblis untuk menjadi pengikutnya. Ketika manusia terhukum, harus memikul sendiri hukuman dosa. Iblis lepas dan cuci tangan. Hukuman dosa sungguh berat untuk dipikulnya. Yesus datang berpihak dan memihak manusia. Pikulan dosa itu diambil dan dipikul-Nya. Sehingga, manusia bebas dan merdeka dari dosa. Anugerah terbesar, melampaui akal. Hanya karena iman, Sola Fide. Hanya karena anugerah, Sola Gracia. Pintu sorga dibuka dan terbuka, oleh-Nya.
  4. Yesus memanggul dosa manusia. Dosa adalah panggulan dan pikulan yang amat berat, bahkan paling berat yang pernah dialami manusia. Sebab itu, tak terpanggulkan, dan tak terpikulkan oleh manusia. Ia bagaikan kuk yang amat berat, yang melumpuhkan kekuatan. Menyiksa batin dan kehidupan. Hati merana dan berteriak. Rintihan yang tak terkira. Hingga tangis dan air mata kering menetes. Kebahagiaan sirna, tak berbekas. Yesus, yang berbela-rasa, ganti memanggul dan memikul salib sengsara manusia, agar manusia lepas dari belenggu perhambaan dosa. Bebas dari sengsara dahsyat, api bah, lautan api, yang membinasakan. Pintu neraka ditutup, kini, pintu sorga terbuka, oleh-Nya.
  5. Jalan salib, jalan sengsara, jalan kemenangan. Yesus memberi kemenangan bagi manusia. Di jalan salib, sengsara manusia ditanggung-Nya. Di jalan sengsara, Yesus memanggul dosa. Memikul sengsara manusia. Sepintas, Yesus seolah-olah kalah. Ia disalib, mati di salib, kalah. Tapi, di salib, di pundak Yesus, seluruh sengsara dan dosa dunia diselesaikan oleh Yesus. “Sudah selesai,” kata-Nya. Pada hari ketiga, Ia bangkit, dan memang atas maut dan dosa. Jalan salib, akhirnya bukan kekalahan, tetapi kemenangan. Yesus memberi kemenangan kepada manusia. Salib dan kematian bukan kekalahan-Nya, tapi kemenangan-Nya. Jalan kemenangan-Nya. Dan, kemenangan bagi orang percaya. Pintu sorga dibuka-Nya, pintu neraka ditutup. Sehingga, sungguh benar, tepat dan pasti, “Akulah jalan dan kebenaran dan hidup,” kata-Nya. Jalan kemenangan!

5. Makna kata
S = Sungguh ajaib cinta kasih paripurna-Nya padaku
E = Entah berapapun salah dosa manusia, semuanya Kau pikul di palang salib
N = Nestapa cela dan laknat serta kutuk, Kau tanggung semuanya
G = Gerobak sampah durhaka dunia, Kau tarik tertatih-tatih
S = Semua mengira Kau kena tulah dan nista
A = Alangkah Ajaib pesona cemerlang, salib-Mu memberi kemenangan bagi manusia
R = Rangkulan kuasa cinta-Mu, tiada tara, pengorbanan terbesar, menyelamatkan manusia
A = Aku bersimpuh sujud-sembah, puja-puji dan syukur, di kaki salib-Mu. Salib-Mu, aku selamat, dosaku diampuni, aku menjadi merdeka dari belenggu perhambaan dosa.

SELAMAT MENJALANI MINGGU SENGSARA KRISTUS

Bagikan tulisan ini:

Leave a Reply

Your email address will not be published.