HeadlineKanan-SliderSlider

KARTINI GKE (Menyambut Hari Kartini 2022)

Oleh Tulus To’u

I. Perempuan di pojok rumah

  1. Perempuan termaginalisasi. Perempuan kerap dimarginalkan a.l., Pertama, terjadi marginalisasi kaum perempuan. Misalnya, perempuan desa tersingkirkan akibat dari program pertanian revolusi hijau yang fokus petani laki-laki. Kedua, kebijakan dalam keluarga dan masyarakat yang dibuat tanpa menganggap penting perempuan. Misalnya, perempuan hanya mengurusi dapur, sumur dan kasur, sehingga tidak perlu sekolah tinggi-tinggi. (Mansour Fakih). Ketiga, stereotype jenis kelamin tertentu, dalam masyarakat yang ditujukkan kepada perempuan, dan merugikan perempuan. Misalnya, setiap pekerjaan yang dilakukan perempuan dinilai hanya sebagai tambahan, dan boleh dibayar lebih rendah. Keempat, kekerasan terhadap perempuan, yang disebabkan perbedaan gender. Bentuk kekerasan banyak sekali modelnya, dan setiap waktu pasti berkembang, mulai dari yang paling kasar sampai kekerasan yang lebih halus. Kelima, peran gender perempuan adalah mengelola rumah tangga, maka banyak perempuan menanggung beban kerja domestik lebih banyak dan lebih lama, bahkan terjadi beban ganda (double burden). (Mansour Fakih).
  2. Perempuan mulai tampil. Penempatan perempuan pada posisi lebih di bawah laki-laki, berlanjut dalam area penempatan dalam ruang-ruang kerja dan jabatan. Perempuan selalu menjadi nomer dua. Mereka ibarat, “Perempuan di pojok rumah.” Artinya, belum saatnya tampil ke ruang tengah dan ke depan. Tetapi, kita bersyukur, belakangan, banyak perempuan telah tampil dan dipercaya berada pada posisi yang baik Menjadi pemimpin di berbagai area kehidupan, meskipun jumlahnya masih terbatas. Kita berharap, penghargaan dan hormat kepada perempuan semakin baik. Perempuan dapat tampil memimpin, bersaing, kompetitif dengan laki-laki.

II. Imam perempuan Dayak?

  1. Balian perempuan. Berly, kekayaan sejarah dan budaya menjelaskan nilai keberagaman gender dan seksualitas di Indonesia. Salah satunya, Wadian Dadas Upu (laki-laki), Suku Dayak Maanyan, umum di daerah Barito Timur dan Selatan, Kalimantan Tengah. Wadian (balian) Dadas, dikenal sebagai Wadian Wawei (Wadian Perempuan). Uniknya, ada pula laki-laki yang dipilih menjadi Wadian Dadas disebut sebagai Wadian Dadas Upu (laki-laki). Otomatis, Wadian ini akan berpenampilan seperti Wadian Wawei (perempuan), dan sifat feminin pada dirinya. Wadian Dadas Upu sebenarnya merupakan kelompok yang tidak terpisah dari Wadian Dadas. Keberadaan mereka seperti sebuah anomali karena biasanya Wadian Dadas secara turun-temurun diwariskan kepada perempuan saja. Hal ini jarang terjadi jika seorang laki-laki terpilih menjadi seorang pewaris Kajayaen Wadian Dadas. Wadian Dadas Upu secara lahiriah merupakan seseorang yang secara biologis berjenis kelamin jantan, berperilaku, dan berpenampilan laki-laki, meski sesekali menunjukkan sisi femininnya (Berly).
  2. Perempuan memimpin ritual. Wadian Dadas berfungsi adat, budaya dan kemasyarakatan. Ia mengandung nilai-nilai religi dalam Ritual Pengobatan Tradisional. Maksud dan tujuan ritual Wadian Dadas adalah untuk upaya penyembuhan penyakit yang dialami oleh manusia. Ritual pengobatan Wadian Dadas dilakukan oleh Wadian Perempuan. Ia pemimpin dan imam ritual itu. Bagi orang Dayak Maanyan, tidak asing, bahkan sangat dihormati, seorang perempuan tampil memimpin dan imam dalam ritual Wadian Dadas, ritual penyembuhan orang sakit ? Biasa dan umum serta dihormati, bila seorang perempuan tampil dalam memimpin ritual-ritual penyembuhan. Diyakini, roh-roh leluhur, roh-roh ilahi, dapat masuk dalam dirinya. Sehingga, ia menari dengan gerak yang bebas dan inspiratif, melantunkan doa-doa dalam bahasa klasik Maanyan (Pangundraun), atau bahasa roh yang tidak dimengerti pendengar.

III. Perempuan bergereja

  1. Perempuan lebih banyak. Kata Adymanalu, “Tapi sekarang … Perempuan di gereja tumbuh menjadi sebuah kekuatan baru. Apakah karena mereka lebih mampu dari pada pria? Saya tidak mau masuk lebih dalam ke area ini karena prinsip bahwa pelayanan itu dilihat bukan karena kemampuan, tapi kemauan. Kalau begitu apa yang membuat mereka kuat? Jawabannya adalah jumlahnya. Jika jeli mengamati, maka kita akan melihat sebuah fakta unik bahwa kebanyakan orang yang hadir ke gereja adalah perempuan. Tidak sampai di situ, dalam aktifitas gereja pun seperti kelompok pendalaman Alkitab (PA), kebaktian doa, persekutuan, dsb kebanyakan dihadiri juga oleh perempuan.”
  2. Perempuan mampu tampil. Hasil observasi itu, barangkali masuk akal juga. Bila kita amati ibadah di sekitar kita, nampak juga, perempuan kelihatan lebih banyak. Betulkah di tempat saudara-saudara juga demikian? Mungkin Ya! Lebih khusus lagi, dalam kegiatan atau ibadah kaum perempuan, sungguh istimewa. Mereka begitu antusias mengikutinya. Yang hadir juga cukup banyak. Kebalikan dengan kaum bapa-bapa, wow….. prihatin. kehadiran belum menggembirakan. Bahkan, ada jemaat-jemaat yang belum ada pengurus dan kegiatan kaum bapanya. Berbanding terbalik dengan kaum perempuan. Kehadiran dan antusias kaum perempuan dalam bergereja, menjadi pertanda, perempuan dapat tampil, diandalkan dan dipercaya menjadi pemimpin dalam berbagai area kehidupan. Bila perempuan dipilih dan dipercaya menjadi pemimpin, kemampuan mereka tidak kalah dengan laki-laki.

IV. Kartini GKE

  1. Pergumulan. Saya mendengar, di beberapa gereja. Ketika perempuan akan diproses menjadi pendeta. Ternyata, tidak mudah untuk dapat diterima. Upaya itu membutuhkan waktu cukup panjang. Bertahun-tahun, sampai pola berpikir berubah, lebih maju selangkah. Bahwa, perempuan sama dengan laki-laki, dapat menjadi pemimpin, dan imam dalam ibadah. Selama pikiran, bahwa jabatan imam, hanya hak kaum laki-laki, selama itulah, perempuan terabaikan. Kiprah kepemimpinannya, menjadi terhalang dan terhambat, kalau bukan mustahil. Stereotype marginalisasi perempuan, dapat terjadi karena adanya nilai-nilai budaya, sosial yang menempatkan perempuan lebih rendah. Juga, teologi keimaman yang memihak laki-laki. Itulah tantangan dan pergumulan bagi gereja.
  2. ”Teologi kesetaraan.” GKE, istimewa, dan selangkah lebih maju. Ketika kaum perempuan diposes menjadi pendeta, tidak ada masalah, tidak ada hambatan. Langsung diterima dalam jemaat. Hambatan pikiran bahwa imam hanya boleh dijabat oleh laki-laki, tidak berlaku di GKE. Hal ini, nampaknya, tidak lepas dari pengaruh nilai budaya Dayak, perempuan sudah biasa, dihargai dan dihormati memimpim ritual Wadian Dadas, ritual menyembuhkan orang sakit. Selain itu, teologi jemaat, yang berkembang, “Teologi kesetaraan,” yang menempatkan perempuan setara dengan laki-laki, dalam berkarya dan melayani. Perempuan dipandang mampu melayani dan memimpin. Perempuan mampu dan layak serta dihormati untuk memimpin dan melayani ibadah. Karena itu, ketika perempuan memimpin dan menjadi imam dalam ibadah, tidak ada penolakan. Bahkan, ia dipandang sama dengan laki-laki, tidak berbeda. Sama dihargai dan dihormati.
  3. Tampil sebagai Kartini GKE. Tahun 2003, kami pindah dari Bandung ke Banjarmasin. Saya bergabung mengajar di STT GKE. Terpesona, di kelas, jumlah mahasiswa perempuan sangat banyak. Mahasiswa laki-lakinya sedikit. Nilai-nilai ujian mereka bagus-bagus. Di akhir semester, diumumkan rengking terbaik 1-3, kerap kali mahasiswa perempuan. Imbasnya, jumlah Pendeta GKE, yang aktif per tahun 2022, L = 272, P = 492. Vikaris (calon pendeta), L = 54, P = 110. Wow…..luar biasa. Perempuan hebat, perempuan GKE, inilah Kartini GKE, tampil berkarya dan melayani jemaat. Tampil memimpin ibadah, menjadi imam dalam ibadah-ibadah.

Dalam organisasinya, memang laki-laki masih dominan, L= 88 Ketua Resort/ Calon Resort dan 5 jabatan di Sinode. Akan tetapi, perempuan, banyak yang telah menjadi Ketua Jemaat, dan khusus Ketua Resort, P = 34, dengan 2 jabatan di Sinode. Yang tidak kalah memukau dan mempesona, Sinode Umum GKE, 9 Juli 2021, Ibu Pdt. Dr. Simpon F. Lion, M.Th., perempuan pertama, terpilih menjadi Ketua Umum Sinode GKE, periode 2021- 2025. Luar biasa Kartini GKE. Selain itu, banyak perempuan warga GKE sebagai ASN, yang telah menjadi pemimpin. Semoga, kiprah perempuan GKE, sebagai Kartini-Kartini GKE, memberikan kontribusi konstruktif bagi kemajuan dan kesejahteraan warga GKE dan warga masyakat di mana GKE hadir. Diberkati dan menjadi berkat, wahai Kartini GKE.

SELAMAT HARI KARTINI
Selamat kepada Kartini-Kartini GKE.

Bagikan tulisan ini:

Leave a Reply

Your email address will not be published.