HeadlineKanan-SliderSlider

MANDIRI (Menyambut Hari Pendidikan GKE dan Nasional 2022)

Oleh Tulus To’u

I. Pendidikan membebaskan

  1. Gaya bank. Paolo Freire, melihat bahwa gaya pendidikan kaum tertindas, cirinya, “Gaya bank.” Misalnya, guru mengajar, murid belajar. Guru mengetahui sagala sesuatu, murid tidak tahu apa-apa. Guru berpikir, murid dipikirkan. Guru bercerita, murid patuh mendengar. Guru menentukan aturan, murid diatur. Guru memilih dan memaksakan pilihan, murid menyetujui. Guru berbuat, murid membayangkan diri berbuat melalui perbuatan gurunya. Guru memilih bahan dan isi pelajaran, murid menyesuaikan diri dengan pelajaran itu. Guru mencampur-adukan kewenangan ilmu pengetahuan dan kewenangan jabatannya, yang ia lalukan untuk menghalangi kebebasan murid. Guru adalah subyek dalam proses belajar, murid adalah obyek. Akibatnya ? murid tidak berkembang daya nalar dan kritisnya. Hanya menerima mentah bulat dari guru. Hanya menghafal, meski tidak mengerti. Tidak mandiri dan merdeka. Tergantung dan bergantung semata pada guru.
  2. Gaya mendidik membebaskan. Paolo Freire, gaya pendidikan membebaskan dan memandirikan, a.l, Model pendidikan adalah metode hadap-masalah “pose-problem”. Guru belajar dari murid, murid belajar dari guru. Guru menjadi partner yang melibatkan diri dan menstimulasi daya pikir muridnya. Mereka saling memanusiakan satu terhadap yang lain. Manusia dapat memperkembangkan kemampuan utk mengerti secara kritis tentang diri sendiri, dunia, orang lain, sesama. Masalah pendidikan senantiasa membuka rahasia realitas yang menantang manusia dan kemudian menuntut satu jawaban. Jawaban itu membawa kepada dedikasi yg seutuhnya. Dengan demikian, murid-murid sungguh-sungguh terlibat di dalamnya. Dengan metode ini, murid semakin manusiawi dan kristis. Berkembang daya nalar kritis, logika kritis, dan rasional kritis. Berani, dapat dan merdeka berpendapat. Tumbuh sebagai manusia dan pribadi yang utuh.

II. Kreatif dan mandiri

  1. Usaha sadar. Pendidikan sebagai saha sadar, sistematis, terus-menerus, untuk menyampaikan, membangkitkan atau memperoleh pengetahuan, sikap-sikap, nilai-nilai, kepekaan, keterampilan, sebagaimana diharapkan dari usaha pendidikan (Lawrence Cremin). Ide dasar itu, mengandung pemahaman, bahwa usaha sadar itu berarti dilakukan dengan niat baik, sungguh-sungguh, dan ada tujuannya. Dilakukan terencana dan sistematis, berprogram, ada bahan yang sesuai kebutuhan, serta dengan metode yang kreatif. Berjalan berkesinambungan, terus menerus, sesuai tahapan usia dan kebutuhan mereka, dari anak, remaja, pemuda, dan dewasa. Pendidikan diarahkan agar peserta memperoleh pengetahuan, sikap dan nilai, serta keterampilan. Yang mereka butuhkan bagi kelanjutan hidup mereka.
  2. Kreatif dan mandiri. Fungsi pendidikan, untuk menumbuh-kembangkan kemampuan dan potensi dalam diri seseorang. Membentuk watak dan peradaban bangsanya. Mencerdaskan kehidupan anak-anak bangsa. Tujuan pendidikan, agar berkembang potensi diri. Sehingga mereka menjadi manusia yang beriman, bertaqwa dan berakhlak mulia (melalui pendidikan agama). Melalui pendidikan olah raga kesehatan, humaniora, dan ilmu-ilmu lainnya, mereka menjadi sehat, berilmu, cakap, terampil, kreatif dan mandiri. Sehingga mampu mengembangkan kehidupannya. Sebagai warga negara, mereka menjadi warna negara yang demokratis dan bertanggung jawab. Hidup demikian, dibutuhkan oleh dirinya, keluarganya, masyarakatnya, dan bangsanya. Hidup bermanfaat dan memberikan manfaat bagi sesamanya. Ilmunya dikaryakan untuk melayani dan memuliakan sesamanya.

III. Aku jumpa Tuhan, Itu Tuhan !

  1. Logika dan rasional. Dalam praktik pendidikan dan belajar, dapat muncul pendapat,bahwa belajar mata pelajaran ini dan itu tidak diperlukan. Alasannya, kemanfaatan kurang dirakasan oleh yang belajar. Namun, semua hal yang dipelajari, tentu ada pengaruhnya, meskipun tidak terasakan saat itu. Sesungguhnya, semua memperluas wawasan, pengetahuan, mengasah dan mempertajam logika dan rasional. Misalnya, sejak SD belajar Matematika, kuat sekali pengasahan logika dan rasionalnya. Bahasa Indonesia, di dalamnya, ada logika dan rasional. Kalau tidak, maka kalimat-kalimat yang ditulis atau diucapkan, sukar dimengerti. Sebab itu, pendidikan dan belajar, di dalamnya, orang diasah dan dilatih hidup dan berpikir, semakin logis dan rasional. Sehingga orang mampu berpikir kritis, dan mempertimbangkan yang baik dan benar, baginya.
    Hanya, memang, logika dan rasional, bila lemah spiritualitas, dapat membuat seseorang kritis dan ragu, lalu menyisihkan agama dan imannya.
  2. Tidak percaya Tuhan. Alasan dan sebab, seseorang tidak percaya, menyisihkan Tuhan ? A.l., 1.Lahir dalam keluarga yang kurang memperhatikan iman. 2.Orang tumbuh dengan iman, hanya disuruh percaya saja. 3.Pengaruh dari orang-orang yang menyerang imannya. 4.Iman tidak mampu menjawab secara logis dan rasional atas segala keraguan. 5.Tuhan tidak menjawab secara emosional, ketika terjadi hal-hal buruk, sedih, derita dan duka, dalam hidup. 6.Semua agama, anggap saja, benar dan baik semua, daripada ribut dan bertengkar terus. 7.Ingin merdeka dan bebas, daripada hal-hal yang tidak logis dan rasional. 8.Pemimpin agama, memberi contoh buruk, mengabaikan kesucian seks dan rumah tangganya. 9.Gereja/ pemimpinnya, terlalu jauh masuk ke dalam dunia politik, lalai tugas membangun karakter (Vince Antonucci/ Zaki.I).
  3. Itu Tuhan. Pendidikan, mestinya membuat logika rasional, semakin melihat keajaiban Tuhan. Alam semasta, penuh keindahan dan keajaiban. Di baliknya, ada Tangan Ajaib, sehingga seperti Yohanes kepada Petrus, ”Itu Tuhan.” Sahabat, dosen kedokteran, a.l., “Muskuloskeletal adalah system struktur otot-tulang yang meliputi sebgian besar tubuh kita dan memungkinkan kita bisa bergerak lincah kesana kemari. Kerjanya dikendalikan oleh sistem saraf pusat, layaknya CPU pada komputer, dengan berbagai struktur otak yang ikut terlibat menghasilkan gerak utama, mengolahnya menjadi gerak yang luwes, mengkoordinasi agar otot bisa bekerja secara sinergis, dan tidak saling meniadakan. Ternyata otot yang bekerja (kontraksi), menjadi sumber penghasil panas tubuh yang cukup signifikan. Ya, setiap detil bagian tubuh kita serta system kerjanya, diciptakanNya begitu sempurna. Pengetahuan yang kita peroleh pun adalah hikmat yang dianugerahkanNya, pada manusia yang penuh keterbatasan. Saya selalu teringat lagu “How Great Thou Art,” Oh Lord, my God,” (Indriani Kurniadi, FB 6 Apr 22).

Pendidikan, harusnya membuat orang semakin percaya Tuhan, jumpa Tuhan, melihat Tuhan, Itu Tuhan.

IV. Anak-anak terdidik

  1. Pendidik itu gembala. Ki Hajar Dewantara, “Ing ngarso sung tulado, Ing madyo mangun karso, Tut wuri handayani.” Seorang pendidik adalah gembala bagi anak didiknya. Seperti kepada Petrus, “Gembalakan mereka,” Mereka dikasihi-Nya, murid-Nya juga, atau jadikan mereka “Murid-Ku, dan ajarlah mereka.” Pendidik, di depan, jadi teladan dan pemimpin. Di tengah, jadi sahabat, memberi ilham dan inspirasi. Di belakang, jadi motivator, penggerak dan pendorong mereka. Sehingga murid, yang baik atau bermasalah, dapat sukses dan menjadi orang berhasil. Karena diajar, dididik, dan digembalakan.
  2. Kebanggaan guru. Kebanggaan seorang guru, ketika muridnya menjadi orang berhasil, terdidik dan berpendidikan. Cerita bangga, seorang Ibu guru SD, kepada saya. “Dia itu, seorang doktor, waktu SD, di Desa, dia murid saya. Saya gurunya” katanya bangga, anak didiknya, jadi orang terdidik, S3. Bersyukur, bila seseorang, menjadi orang terdidik. Itu, karena peran para guru. Jasa para guru.

Terima kasih, Ibu dan Bapa Guruku semasa SD, SMP di Buntok. SMA, di Magelang. PerguruanTinggi, S1 di Yogyakarta, S2 di Bandung, S3 di Kota Batu, Jatim. Para penulis buku dan artikel, yang telah kubaca. Narasumber pelatihan, yang kuikuti. Pengkhotbah, yang kudengar atau kubaca tulisannya. Tak lupa juga, guru pertamaku, Ibuku dan Ayahku. Semua mereka itulah, yang telah berperan dan berpengaruh, membentuk hidupku, seperti sekarang ini. Pendidikan, pembajaran, dan belajar, factor utama menghantar orang terdidik, dan berhasil, serta hidup jadi berkat bagi sesama.

VI. Makna kata Mandiri:
M = Manusia manjadi seorang terdidik, oleh layanan Ibu dan Bapa Guru.
A = Anak-anak, bagaikan kertas putih, karena pendidikan, cerdas dan berbudi-luhur.
N = Nilai-nilai luhur disemai, di keluarga, sekolah, gereja dan semua tempat belajar.
D = Didikan itu, membuat orang beriman dan takut akan Tuhan, melihat Tuhan, Itu Tuhan.
I = Inilah tanggung jawab besar orang tua dan para pendidik.
R = Rumah dan keluarga yang terhormat, ketika anak-anak terdidik dan beriman.
I = Indah pesona, membanggakan, ketika anak-anak dihantar menjadi hidup mandiri, benar, bertanggung jawab, diberkati dan menjadi berkat bagi sesamanya.

SELAMAT HARI PENDIDIKAN GKE
DAN HARI PENDIDIKAN NASIONAL
Melalui Pendidikan yang memandirikan.

Bagikan tulisan ini:

Leave a Reply

Your email address will not be published.