Berita NasionalHeadlineKanan-Slider

Pendidikan Hikmat: Mengenal Segala Kemurahan Tuhan (Refleksi Hari Pendidikan Nasional dan Hari Pendidikan GKE)

Oleh: Pdt. Efendi Rajagukguk, M.Th

Beragam respons orang dalam menjawab persoalan hidupnya (ekonomi, sakit, relasi dll): 1) Pesimis. Bila tidak kuat mental dan iman, maka jadinya galau (delusi: keyakinan atau kenyataan semu, tetapi bukan fakta sebenarnya. Akibatnya ia terjebak ke dalam sikap fatalisme, memandang semua pengalaman hidupnya sebagai nasib. 2) Optimis. Bagi yang kuat iman dan bermental tangguh meyakini selalu ada jalan keluar, maka jangan mudah putus asa dan mencari jalan solusi instan. Tuhan itu tidak diam. Tuhan tidak tidur. Tuhan peduli, Tuhan bekerja dan penuh kuasa. Karenanya Tuhan menjadi tujuan pengharapan, kepada-Nyalah doa permohonan disampaikan, sembari terus berjuang mencari jalan keluar.

Apa yang akan terjadi besok, lusa, minggu depan, bulan depan atau tahun depan, dst tidak ada yang bisa menjawabnya dengan pasti. Paling banter: perkiraan, prediksi, kemungkinan, peluang. Karenanya tidak boleh takabur (sombong terlalu percaya diri). Semuanya menjadi rangkaian pertanyaan yang sulit untuk dijawab, karena semua adalah rahasia Tuhan. Kerahasiaan itu juga yang membuat susahnya menyusun sebuah rancangan untuk menentukan cita-cita hidup bagi setiap orang. Semua itu sangat membingungkan karena terkadang apa yang direncanakan dan dicita-citakan dengan sangat matang, bisa jadi berbeda dengan apa yang diharapkan, walaupun ada yang jadi seperti yang diharapkan.

Dalam “rancangan” Tuhan, adanya: kesuksesan dan kegagalan, keberhasilan dan kekecewaan, sukacita dan penderitaan, kebahagiaan dan kesusahan, hal-hal baik dan buruk lainnya yang terjadi di dalam hidup bukannya tanpa sebab, itu adalah bagian rangkaian dari sebuah proses pembelajaran dan “ujian” dari Tuhan untuk hidup kita, agar iman kita lebih kuat. Pengkhotbah menyebutnya ‘segala sesuatu ada waktunya’. Ingat: Kekuatan iman baru teruji ketika kita mampu bertumbuh dalam kedewasaan iman saat hadapi tantangan, bukan hanya ketika kita dalam kebaikan, tetapi juga bagaimana kita bisa bertahan di tengah berbagai persoalan.

Pengkhotbah 3  memuat pengajaran tentang refleksi hidup (keseimbangan hidup) bahwa ‘untuk segala sesuatu ada waktunya’ (ayat 1). Kita tidak dapat menahan setiap kenikmatan hidup, lalu menolak apa yang menjadi kenyataan hidup yang awalnya sulit dan mungkin tidak bisa diterima (kematian orang terkasih, putus cinta, dikhianati dll). Menerima kelahiran berarti harus menerima kematian. Menerima keberhasilan, berati harus bisa menerima kegagalan. Menerima kebahagian, berarti pula harus bisa menerima kesedihan. Itulah kehidupan. Dalam kehidupan seperti inilah kita membangun iman di dalam Tuhan, supaya kita tidak sesumbar saat bahagia, tidak pesimis apalagi fatalis ketika bersedih. Iman menjadi filter yang mengendalikan emosi diri dan pikiran antipati. Dengan iman kita sampai pada pengakuan “Tuhan membuat segala sesuatu indah pada waktunya” (ayat 11). Iman mencerahi akal budi kita bahwa hidup harus dijalani dengan tunduk dan takut hanya kepada Tuhan yang sungguh Mahakuasa atas segala sesuatu.

Kata kunci untuk memahami kebajikan Tuhan adalah takut akan Tuhan. Takut akan Tuhan adalah awal mendapat hikmat atau pengetahuan mengenai hidup ini (ayat 14). Takut yang bagaimana? Takut di sini menunjuk sikap taat, takwa, dan hormat secara mendalam kepada Tuhan. Orang yang takut kepada Tuhan menyadari dengan jelas apa maunya Tuhan dalam hidupnya agar dilakukan. Bukan apa maunya (nafsu keinginanku) yang harus terjadi. Sebab kalau sampai apa mau aku yang terjadi, maka murka Tuhan bisa mewujud. Jadi dengan membangun sikap dan perbuatan yang baik dan benar, maka ini menjadi indikator sikap takut dan hormat yang mendalam pada Tuhan. Jika takut pada Tuhan tidak ditempatkan di awal dalam proses berhikmat dan berpengetahuan, maka dapat dipastikan itu adalah hikmat palsu dan pengetahuan yang menyesatkan hidupnya.

Esensi takut kepada Tuhan adalah mengenal Tuhan yang diimani, mengerti karya dan pekerjaan Tuhan dalam hidupnya, dan melakukan apa yang diajarkan Tuhan kepadanya untuk dilakukan, agar hidup jadi selamat sejahtera. Takut kepada Tuhan berarti menolak sikap diri yang sombong dan egois, lalu menggantinya dengan sikap bersyukur pada Tuhan. Bersyukur tidak cukup hanya berucap terimakasih saja. Tetapi terungkap juga dalam tindakan yang intinya menghadirkan sikap hidup yang mendatangkan kebaikan-kebenaran dan berkat bagi sebanyak mungkin orang. Sebab kebaikan dan berkat Tuhan tidak boleh diisolasi untuk menjadi kebahagian diri sendiri, tetapi mesti diperluas, agar menjadi bagian pengalaman hidup orang lain. Dengan hikmat kita menyadari bahwa fakta para diffable justru supaya nama Tuhan dipermuliakan dengan kekhususan talentanya. Hikmat takut pada Tuhan meliputikeutuhan hati, pikiran dan perasaan yang bernas. Semua orang punya hikmat sebagai karunia dari Tuhan. Hanya saja kepekaan setiap orang bisa berbeda untuk menyadarinya dan mendayagunakannya. Hikmat itu sangat berharga, bahkan melebihi kekayaan materi, kekuasaan, dan umur panjang.Orang melakukan korupsi dan berbagai kejahatan lain didasari oleh rasa takut dalam diri yang lebih besar daripada keyakinannya pada kuasa Tuhan. Dia takut miskin, maka jadilah pencuri, takut kehilangan posisi, maka jadi manusia bertangan besi, akhirnya post power syndrome. Takut keadaan diri yang sebenarnya, maka jadi manusia jaga gengsi dan sok aksi. Adakah pengalaman orang yang sukses dan bangga dengan pola dan sifat hidup seperti ini? Jelas tidak. Takutlah pada Tuhan untuk mengawali proses hidup yang benar ketika ingin meraih cita-cita dalam hidup ini. Percayalah dan lakukanlah = proses benar menghasilkan hasil benar.

Selamat berhikmat!

Bagikan tulisan ini:

Leave a Reply

Your email address will not be published.