Berita NasionalHeadlineKanan-Slider

Gereja Ramah Anak, Remaja, dan Pemuda

Oleh: Lia Afriliani, M.Th

Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak menyebutkan bahwa anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Lebih lanjut, dikatakan bahwa anak perlu untuk dijamin dan dilindungi hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.[1] Anak juga termasuk salah satu bagian dari kelompok rentan. Selain anak ada juga lansia, difabel, perempuan, pengungsi, korban perdagangan manusia, dan lainnya. Diistilahkan sebagai kelompok rentan karena mereka rentan untuk mendapatkan penindasan, kekerasan, dan kesulitan akses terhadap layanan dasar seperti pendidikan, kesehatan, dan pekerjaan.[2] Oleh karena itu, anak dipandang sebagai suatu kelompok khusus dalam masyarakat yang memiliki kebutuhan tertentu karena memiliki karakteristik-karakteristik khusus.[3]

Beberapa waktu terakhir, istilah Gereja Ramah Anak (GRA) menjadi cukup populer. Selain GRA, ada juga Rumah Ibadah Ramah Anak, Sekolah Ramah Anak, Kabupaten/Kota Layak Anak, dan lainnya. Harus diakui bahwa dalam dekade terakhir, pembahasan tentang anak telah dibicarakan secara meluas oleh berbagai kalangan, baik dari sisi kesehatan, psikologi, pendidikan, budaya, dan lainnya. Demikian juga dalam bidang teologi secara keilmuan maupun dalam kehidupan bergereja secara praktis.

Apakah GKE sudah menjadi gereja ramah anak? Gereja Kalimantan Evangelis (GKE) telah melaksanakan Deklarasi Gereja Ramah Anak, Remaja, dan Pemuda GKE bertempat di GKE Sakatik, Palangka Raya, pada 29 Juli 2023. Sejak tahun 2024 ini, tanggal tersebut diperingati sebagai Hari Gereja Ramah Anak, Remaja, dan Pemuda (GRARP) GKE. Deklarasi dan peringatan ini merupakan upaya GKE untuk menjadi gereja yang ramah terhadap ketiga kategorial ini.

Namun, jika ditelisik lebih jauh, sesungguhnya GKE telah memberikan ruang bagi kehadiran anak, baik dalam ibadah maupun keterlibatan dalam pelayanan. Hal ini bisa dilihat dari adanya beberapa hari khusus yang berkaitan dengan anak, remaja, dan pemuda. Pada momen istimewa ini, anak, remaja, maupun pemuda dilibatkan dalam pelayanan, baik sebagai liturgos, pembaca Alkitab, kolektan, dan sebagainya.

Keberadaan Komisi Pelayanan Anak (KPA) serta Komisi Pelayanan Remaja dan Pemuda (KPRP) pada jenjang sinodal dan resort, ditambah dengan Seksi Pelayanan Anak (SPA) serta Seksi Pelayanan Remaja dan Pemuda (SPRP) pada jenjang jemaat menunjukkan perhatian GKE bagi pertumbuhan iman anak, remaja, dan pemuda GKE. Bahkan ada jemaat tertentu di kawasan pelayanan GKE yang membagi lagi SPRP menjadi SPR dan SPP karena dirasa itu merupakan strategi yang tepat untuk menjangkau remaja dan pemuda. Namun, memang aktif tidaknya kategorial-kategorial ini sering kali sangat bergantung pada Majelis Resort ataupun Majelis Jemaat setempat, ketersediaan GSM atau pelayan, bahkan keberadaan anak, remaja, dan pemuda di tempat tersebut. Pada tataran pelayanan Sakramen Perjamuan Kudus, GKE telah memiliki liturgi khusus pelayanan Sakramen Perjamuan Kudus untuk anak. Walaupun dalam praktiknya, tidak semua Resort atau Jemaat melaksanakan pelayanan Sakramen Perjamuan Kudus secara terpisah kepada anak dan orang dewasa.

Beberapa fakta di atas setidaknya menunjukkan bahwa GKE sadar akan pentingnya keberadaan anak-anak di dalam kehidupan bergereja. Walaupun masih ada hal-hal lain yang perlu dibenahi. Pada sisi lainnya, GKE telah memberi ruang bagi anak, remaja, dan pemuda untuk bersekutu, bersaksi, dan melayani. Tentu kesadaran dan upaya tersebut harus terus dilanjutkan. Gagasan Gereja Ramah Anak diwujudkan tentu bukan sekadar melalui aksi-aksi tertentu, seperti deklarasi, pelatihan, dan seminar. Namun hal penting juga adalah melakukan perubahan signifikan melalui pemberian perhatian lebih kepada pelayanan anak, remaja, dan pemuda. Secara praktis, perhatian tersebut dapat dilakukan dengan menyiapkan fasilitas yang nyaman dan aman untuk anak beribadah, menyediakan diri untuk melayani anak/remaja/pemuda, menyiapkan anggaran bagi program KPA-KPRP-SPA-SPRP, memberikan perlindungan kepada anak dari berbagai bentuk kekerasan dan diskriminasi. Di samping itu, perlu juga untuk membangun teologi anak di GKE, serta membaca dan menginterpretasikan Alkitab dengan perspektif anak. Ini bukan hanya tugas pengurus kategorial anak, remaja, dan pemuda. Melainkan tugas semua warga GKE untuk mendukung mewujudkan GRARP GKE.

Pada akhirnya, anak bukan hanya objek untuk diperlakukan atau diatur sesukanya oleh orang dewasa, tetapi anak adalah manusia ciptaan Tuhan yang harus diakui dan dihargai keberadaannya, baik di keluarga, gereja, maupun masyarakat. Anak mempunyai peranan penting dan merupakan bagian dari misi Allah di tengah dunia. Karena itu, ingatlah perkataan Tuhan Yesus, “Biarkan anak-anak itu datang kepada-Ku, jangan menghalang-halangi mereka, sebab orang-orang yang seperti itulah yang empunya Kerajaan Allah.” (Mrk. 10:14).


[1] Pemerintah Pusat, “Undang-undang (UU) Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak” (Jakarta, 2014).

[2] Geograf, “Pengertian Kelompok Rentan,” 2023, https://geograf.id/jelaskan/pengertian-kelompok-rentan/.

[3] Tri Budiarjo, Merajut Teologi Anak (Yogyakarta: PBMR ANDI, 2019), 66.

Bagikan tulisan ini:

Leave a Reply

Your email address will not be published.