HeadlineKanan-SliderSlider

A M I – R U H A M A (Menyambut Hari Anak GKE 2022)

Oleh Dr. Tulus To’u, M.Pd

I. Dua tuan

  1. Harold Kim Philby, agen ganda M16. Harold “Kim” Philby, berkuliah di Universitas Cambridge pada 1930-an, era Perang Dingin, irekrut oleh badan intelijen Soviet. Philby sepakat memata-matai Amerika. Sebagai wartawan pada akhir 1930-an, Philby menggunakan koneksi keluarganya untuk masuk ke MI6, dinas intelijen rahasia Inggris. Saat memata-matai Nazi, Philby juga memberi informasinya pada intelijen ke Soviet. Setelah berakhirnya perang, Philby tetap jadi mata-mata Uni Soviet, memberi tahu tentang rahasia MI6. Pertemanan erat dengan juru bicara Amerika James Angleton dari Central Intelligence Agency, Philby juga memberi tahu Soviet, rahasia intelijen Amerika akhir 1940-an.
    Karir Philby berakhir pada tahun 1951, ketika dua rekan dekatnya membelot ke Uni Soviet. Dia dicurigai sebagai “The Third Man.” Dalam konferensi pers terkenal tahun 1955, ia berbohong dan mencoba meredam desas-desus tentang dirinya. Mengejutkan, ia berhasil lolos dari tudingan dan kembali bergabung dengan MI6. Ia tetap berperan sebagai agen ganda aktif intelijen Soviet, hingga ia melarikan diri ke Uni Soviet pada 1963.
  2. Refleksi:
    1. Mengabdi kepada 2 tuan?
    2. Bekerja dan mengabdi bagi bangsa dan negara, sebuah kehormatan dan kebanggaan. Tetapi, mengabdi bagi negara dan bangsanya, sekaligus menjadi agen ganda bagi negara lain, sebuah pengkhianatan. Merugikan negaranya, menguntungkan negara lainnya. Sebab, ia membuka rahasia negaranya, rahasia militernya dan rahasia lainnya, kepada pihak lain (lawan/ musuh). Biasanya, ia menerima imbalan uang yang sangat besar. Ia melakukan hal itu, demi, untuk dan karena uang. Motif uang. Perilaku dan perbuatan dipengaruhi uang. Hati mendua, setia di satu sisi, berkhianat di sisi lainnya.
  3. Hamba uang. “Ketika uang menjadi tuan, bukan hamba, maka ia akan jadi hamba yang lalim dan keji,” Eka Darmaputera. Kata Bijak, “Tidak ada ketenangan bagi yang mendua hati.” Memang mustahil mengabdi secara adil dan seimbang, kepada dua tuan, apa lagi kepada Allah dan Mamon? Hanya, kasihilah, Tuhan Allahmu, dengan segenap hati, kekuatan dan akal budimu. Kasihilah sesamamu, seperti dirimu sendiri. Itulah kebulatan iman dan kesetiaan.

II. Ami-Ruhama

  1. Bukan Allahmu. Allah pencipta alam semesta. Pencipta manusia. Asal mula dan sumber hidupnya. Karena Allah, manusia memiliki hidup dan diberi hidup. Kata-Nya, “Allah menghembuskan nafas hidup ke dalamnya, demikianlah manusia itu menjadi makhluk yang hidup.” Kemudian ketika umat-Nya sengsara dalam perbudakan Mesir, mereka dibebaskan. Dibawa pulang ke Tanah Janji, Kanaan. Sayang, semua kasih dan kebaikan-Nya, dilupakan dan diabaikan. Mereka bersundal dengan dewa-dewi lain. Mereka menjauh dan berjalan membelakangi Allah. Allah, bukan lagi Allah mereka. Mereka bukan lagi umat-Nya. Tetapi, dewa-dewi sekitarnya, itu ilah-ilah mereka. Mereka, umat ilah-ilah itu. Hati mereka beralih setia. Mendua hati. Berkhianat kepada Allah Pembebas-Nya. “Lo-Ami, kamu ini, bukanlah umat-Ku. Aku, bukanlah Allahmu.” Karena pengkhianatannya.
  2. Tidak mengasihi. Sikap tanpa kasih dan tiada terima kasih, serta tegar tengkuk, menuai kekecewaan dan kemarahan Allah. Kalau tetap tidak ada kesadaran, berbalik, kembali, dan mencari kembali Allah. Murka-Nya yang menyala, “Aku tidak akan menyayanginya, Aku tidak akan mengampuni mereka.” Itu, baru kemarahan-Nya, dengan nada ancaman. Belum eksekusi. Apa jadinya, kalau tanpa pengampunan bagi yang berdosa? Tanpa kasih, bagi yang bersalah? Murka akan menjadi Api-Nya, menghanguskan. Bagaikan Bah-Nya, menenggelamkan. Namun, murka itu, peringatan keras.
  3. Anak-anak Allah. Kasih tanpa batas, tak berkesudahan, kasih-Nya ternyata, kekal. “Aku melanjutkan kasih setia-Ku kepadamu.” Lo-Ami, bukan umat-Ku, menjadi Ami, engkau umat-Ku, Aku Allahmu. Dan, Lo-Ruhama, tidak disayangi, menjadi Ruhama, Aku penuh belas-kasih dan mengampunimu.” Kasih kekal Allah, mewujud dalam kasih sejati Kristus. “Aku yang memilih kamu. Kamu bukan lagi hamba, tetapi sahabat-Ku. Sahabat baik, yang telah berkorban jiwa raga bagi sahabat-Nya.” Sorga yang jauh, menjadi amat dekat. Melalui Kristus, kita boleh menyapa, “Allah, Bapa kami, yang di sorga.” Kita, anak-anak Allah, yang dikasihi-Nya. Begitu besar kasih-Nya akan dunia ini, sehingga Allah mengaruniakan Putra tunggal-Nya. Siapa yang percaya pada-Nya, akan selamat.

III. Anak: ajar kami berdoa

  1. Teladan berdoa. Doa dilakukan, menjadi tanda dan bukti iman. Berdoa karena beriman. Beriman, maka berdoa. Hidup dekat dengan Allah, melalui doa. Bergantung pada Allah dalam doa. Rajin, tekun, setia berdoa. Kristus, teladan berdoa. Murid-murid melihat Kristus berdoa, sehingga mereka minta diajarkan berdoa. Lahirlah ajaran doa, yang dianggap lengkap, sempurna, “Doa Bapa Kami.” Allah adalah Bapa. Kita anak-anak-Nya. Anak yang berdoa, kepada Bapa-Nya. Bapa yang maha baik. Memberi yang terbaik.
  2. Ajar kami berdoa. Dalam keluarga Kristen, Bapa dan Ibu, adalah teladan berdoa bagi anak-anak. Bermuara pada Kristus mengajar tentang doa, dan memberikan teladan berdoa. Dari sana, kebiasaan, tradisi, budaya berdoa diwariskan dan diteruskan, dari generasi, kepada generasi berikutnya. “Ajarlah kami berdoa,” penting diwariskan, melalui pengjaran verbal, maupun melalui praktik-praktik doa dalam keluarga. Anak-anak mendengar, melihat, dan mengalami berdoa bersama orang tuanya. Teladan dan pengalaman berdoa dalam keluarga, akan tergores kuat dalam batin mereka. Doa menjadi pengalaman iman, bukan teori beriman lagi.
  3. Relasi pribadi. Sembah sujud dalam doa, menanda kerendahan hati. Relasi pribadi yang kecil, amat terbatas, bahkan fana, datang menjumpai Dia yang maha besar dan perkasa. Aku bersandar, mengandalkan-Nya, bergantung dan menggantungkan hidup semata pada-Nya. Sadar, nafas hidup, dan hidup, bahkan segala yang dimiliki, anugerah dan pemberian-Nya semata. Tidak ada ruang menepuk dada, dan tinggi hati. Aku, hanyalah darah, air, daging dan tulang. Tidak ada apa-apanya. Aku baru dapat menjadi apa-apa, berbuat apa-apa, hanya semata ketika Tuhan memberi aku hidup, Aku hidup, namun bukan lagi aku yang hidup, melainkan Kristus hidup dalam aku. Aku mampu, Kristus memampukan aku. Allah membuat kami berhasil. Doa orang benar, besar kuasa-Nya. Semua, karena relasi pribadi dengan-Nya.

IV. Memberi yang terbaik

Allah, adalah Bapa yang baik. Menyayangi anak-anak-Nya. Membela anak-anak-Nya. Membebaskan anak-anak-Nya. Ia akan lakukan dan berikan yang terbaik. Tak diberi batu, yang meminta roti. Tak diberi ular, yang meminta ikan. Tak diberi kalajengking, yang meminta telur. Yang sungguh-sungguh meminta, diberi. Sungguh-sungguh mencari, mendapat. Sungguh-sungguh mengetok, dibuka. Kristus, adalah terbaik dari Bapa sorgawi. Pembebas, Penolong, Pengasih, sehingga kita sahabat-Nya, Sobat-setia, anak-anak Allah, Allah jadi Bapa, kita anak-anak-Nya. Wahai….wahai.. Ayah-Ibu, orang tua:

  1. Anak, anugerah Tuhan. Tidak salah, anak-anak milik keluarga, milik orang tuanya. Lebih jauh lagi, anak-anak anugerah Tuhan, pemberian Tuhan, bahkan ada yang mengatakan, anak titipan Tuhan. Anak-anak dalam keluarga, sungguh benar, mereka anugerah Allah bagi keluarga. Tanpa Allah, mustahil mereka ada. Saya dan isteri, sungguh sadar itu, ketika anak pertama kami lahir, sehat, tumbuh, besar. Anugerah Tuhan. Lahir anak kedua, kurang sehat, dan kemudian meninggal. Di sini, sungguh sadar, hidup itu anugerah, tidak ada lain, hanya anugerah semata. Lama kemudian, lahir anak ketiga, sehat dan tumbuh, besar. Benar, itu hanya anugerah Tuhan. Kemudian, ada bakal anak lagi, tetapi analisa dokter kandungan, ia tidak sehat, sehingga harus dikuret (dibuang). Sekali lagi, hidup ini, dan anak-anak kita, adanya, hadirnya, hidupnya, hanya dan semata anugerah-Nya. Mustahil bukan itu. Semua karena anugerah-Nya.
  2. Berikan terbaik. Allah telah menyayangi kita. Kita menjadi umat-Nya, anak-anak-Nya. Dilakukan-Nya yang terbaik. Diberikan-Nya terbaik. Maka, bagi anak-anak kita, kita lakukan dan berikan terbaik. Menjadi teladan dalam berdoa. Memberikan dan memenuhi kebutuhan spiritual, makanan rohani. Teladan dalam hidup beriman. Teladan keluarga dan rumah tangga beriman. Teladan sebagai Ayah-Ibu, orang tua yang baik. Selain pendidikan iman itu, berikan juga pendidikan bagi pengembangan ilmu pengetahuan, sehingga mereka memiliki “life skill” keterampilan bagi karier dan hidup mereka, di tengah masyarakat. Doa kita, Ayah-Ibu, agar mereka diberkati dan menjadi berkat bagi banyak orang. Hidup mereka dipakai Tuhan untuk jadi berkat bagi sesamanya.
  3. Masa depan. “Orang muda, ibarat matahari datang dari ufuk timur, naik dan menanjak. Orang tua, ibarat matahari, turun dan turun menuju ufuk barat dan menghilang,” Eka Darmaputera. Karena itu, wahai….wahai….orang tua, kita sadar, perlahan mulai turun dari panggung peran dan percaturan karya dan layanan hidup. Semua peran yang ada, akan diteruskan oleh orang-orang muda, generasi penerus. Masa depan keluarga, gereja, masyarakat, dan negara, akan ada di tangan dan pundak orang muda, generasi penerus. Generasi anak-anak kita. Tanggung jawab Ayah-Ibu, orang tua, mewariskan nilai-nilai dan teladan-teladan hidup bermuara Kristus, Teladan Agung. Lakukan yang terbaik. Berikan yang terbaik, bagi anak-anak kita. Dengan doa, “Diberkati dan menjadi berkat.”

SELAMAT HARI ANAK GKE 2022

Bagikan tulisan ini:

Leave a Reply

Your email address will not be published.