ArtikelHeadlineKanan-SliderSliderUncategorized

Pemuda: Mengalirkan Arus, Membangun Harapan

Oleh: Pdt. Gabriella Tara Yohanessa, M.Th

Bayangkan di pegunungan mengalir sebuah sungai. Airnya jernih, deras, dan menyejukkan. Jika dibiarkan tanpa kendali, sungai itu akan meluap, menghanyutkan rumah, bahkan merusak banyak hal di sekitarnya. Namun, jika diarahkan dengan bendungan dan saluran irigasi, airnya akan membawa kebaikan karena bisa mengaliri ladang dan memberi kehidupan bagi banyak orang.
Pemuda adalah ibarat sungai tersebut. Mereka bukan sekadar generasi penerus, tetapi nadi yang memompa kehidupan bangsa dan gereja. Jika dituntun, pemuda akan menjadi agen perubahan yang menyalakan semangat, membuka peluang baru, dan menjadi penopang masa depan. Sebaliknya, bila pemuda dibiarkan tanpa arah, potensi positif tadi dapat berubah menjadi kekacauan. Energi yang tidak dikendalikan akan menjerumuskan mereka dalam tindakan yang merusak: pergaulan yang salah, kehilangan tujuan hidup, atau bahkan menjadi ancaman bagi diri sendiri dan lingkungan. Seperti sungai yang meluap dan menghancurkan sekitarnya, pemuda tanpa arahan bisa membuat masa depan bangsa dan gereja goyah.
Oleh sebab itu, masa muda bukan hanya tentang mengasah potensi, tetapi juga tentang mempersiapkan diri untuk tanggung jawab yang lebih besar. Ketika pemuda diarahkan dengan baik, mereka belajar mengelola energi, menata keputusan, dan melatih kepekaan terhadap sesama. Semua proses ini sebenarnya adalah bagian dari pembentukan jiwa kepemimpinan—sebuah panggilan yang tidak bisa dilepaskan dari peran pemuda. Namun, menjadi pemimpin tidak hanya soal posisi atau kekuasaan, tetapi juga tentang kemampuan menumbuhkan visi yang adil dan berkelanjutan. Dalam Alkitab, dicatat pentingnya hikmat dalam kepemimpinan, layaknya bunyi Amsal 20:29: “Hiasan orang muda ialah kekuatannya, dan keindahan orang tua ialah uban.” Hanya dengan hikmat, energi pemuda akan mampu dimanfaatkan dengan tepat arah.
Masa muda memang adalah waktu ideal untuk mencurahkan energi, talenta, dan berbagai ide segar dalam menghadirkan perubahan yang membangun. Seperti sungai yang diarahkan untuk menjadi sumber kehidupan, tenaga dan semangat pemuda bisa menghidupkan banyak bidang: pendidikan, pelayanan, kreativitas, bahkan kepedulian sosial yang akan menjadi berkat, bukan hanya bagi diri sendiri, tetapi juga bagi gereja, bangsa, dan generasi yang akan datang.
Semangat ini pula yang sejatinya pernah nyata dalam sejarah Indonesia. Tahun 1928, para pemuda dari latar belakang etnis, agama, dan budaya yang berbeda, sepakat bersatu menyatakan tekad: satu tanah air, satu bangsa, dan satu bahasa. Ikrar yang diucapkan para pemuda itu telah membangkitkan tekad dan semangat rakyat Indonesia untuk berjuang meraih kemerdekaan dari penjajahan asing. Itulah makna Sumpah Pemuda. Seperti aliran sungai-sungai kecil yang bertemu menjadi sebuah arus besar, keberagaman justru memperkuat arah perjuangan pemuda dari latar belakang beragam.
Kini, hari Sumpah Pemuda bukan hanya peringatan sejarah, tetapi panggilan bagi setiap pemuda untuk menjadi pemimpin yang bijaksana, peduli, dan visioner. Kepemimpinan yang bertanggung jawab, berpijak pada hikmat, dan memperhatikan keberlanjutan adalah kunci untuk memastikan bahwa masa depan bangsa tetap penuh harapan dan kehidupan bersama yang adil dan lestari.

Bagikan tulisan ini:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Agenda Mendatang