Kanan-SliderSliderUncategorized

OH, YERUSALEM (Menyambut Minggu Sengsara III, 2022)

Oleh Tulus To’u

1. Ke Yerusalem, menggenapi nubuat

Lagu: Oh Yerusalem:
Oh Yerusalem kota mulia. Hati ku rindu ke sana.
Oh Yerusalem kota mulia. Hati ku rindu ke sana.

Tak lama lagi Tuhanku datanglah. Bawa saya masuk sana.
Tak lama lagi Tuhanku datanglah. Bawa saya masuk sana.

Waktu masih muda dan aktif di pemuda gereja, dan kemahasiswaan. Lagu tersebut, kerap dinyanyikan. Yerusalem yang dirindukan, Yerusalem baru, yang dinantikan dan dijanjikan Kristus. Ketika wisata rohani, akan masuk Yerusalem kini, kami rombongan dalam bus, menyanyikan lagu itu, dengan gembira dan semangat. Karena akan menyaksikan situs-situs rohani. Yerusalem, kota tua, di balik tembok raksasa, tempat nabi-nabi dieksekusi, karena suara kenabiannya. Oh…Yerusalem…Yerusalem, dari zaman lampau, sampai hari ini, tidak pernah sunyi berita dan gejolak.
Kristus ke Yerusalem, melaksanakan misi sorgawi, memanggul salib sengsara dunia, memikul dosa dunia, menggenapi nubuat para nabi. Kota suci, mulia, tetapi, penuh ceceran darah utusan Allah. Darah di tempat suci. Kekejian di balik kesucian. Pembunuhan atas nama agama. Meredam suara kebenaran. Tangan para pemimpin agama, berlumuran darah, darah Sang Nabi.

2. Galilei Galileo

Galileo Galilei (15 Feb 1564 – 8 Jan 1642) astronom, filsuf, dan fisikawan Italia, sebagai “bapak astronomi observasional”, “bapak ilmu fisika modern.” Menurut Stephen Hawking, Galileo dapat dianggap sebagai penyumbang terbesar bagi dunia sains modern. Hasil usahanya bisa dikatakan sebagai terobosan besar, “Heliocentric.”
Galileo, mengikuti Copernicus, peredaran bumi mengelilingi matahari, dan matahari sebagai sistem tata surya, “heliocentric.” Akibat pandangannya itu, ia dianggap melawan keyakinan, yang dianut oleh gereja dan masyarakat. Selama ini, paham “geosentris” yang diterima oleh masyarakat luas, termasuk Gereja. Pemikiran warisan Aristoteles, Filsuf Yunani, bumi adalah pusat semesta.
Galileo diinvestigsi, dan diajukan ke pengadilan gereja 22 Juni 1633. Ia diminta mencabut pendapatnya, namun belakangan tidak bersedia. Galileo menjalani pengucilan dalam tahanan rumah (bukan dihukum mati). Sejak 1637, ia mengalami kebutaan. Lima tahun kemudian, pada 8 Jan. 1642, dia meninggal dalam kesunyian dan kebutaan. Baru pada 1992, Paus Yohanes Paulus II secara resmi, mengakui penghukuman itu sebuah kesalahan. Paus Benediktus XVI, dalam pidato 21 Des 2008, Gereja Katolik Roma merehabilitasi nama Galileo. Ia benar, gereja salah.

3. Darah tak berdosa, di tempat suci

Oh Yerusalem kota mulia. Hati ku rindu ke sana.
Oh Yerusalem kota mulia. Hati ku rindu ke sana.

Itu kota, pusat pemerintahan, pusat budaya, pusat pendidikan, pusat agama dan ritual-ritualnya. Sebab itu, mata dan hati tertuju ke sana. Semua rindu ke sana. Ibadah dan ritual dilakukan di sana, secara berkala, sesuai kalender agama. Ironis sekali, bahwa di pusat agama, pusat ritual, pusat pendidikan, justeru di tempat inilah nabi-nabi dibunuh. Orang-orang yang diutus Allah, untuk menyuarakan kebenaran, dilempar dengan batu. Yesus bukan rindu ke Yerusalem, sebagaimana kerinduan orang-orang kebanyakan. Ia ke Yerusalem, untuk melaksanakan misi Allah Bapa, misi sorgawi, mati tersalib, penggepan nubuat para nabi. Di kota suci mulia, tercurah darah suci. Oh Yerusalem, mestikah aku rindu ke sana?

Gereja, sebagai persekutuan orang-orang yang sudah diselamatkan, pindah dari maut ke dalam hidup, dari gelap ke dalam terang. Mengemban misi kasih Kristus. Bisa saja, gereja, salah dalam membuat sikap dan keputusan. Sehingga, dalam persekutuan umat, atau dalam gedung gereja, terjadi diskriminasi, ketidak-adilan, atau bahkan tertumpah “darah tak bersalah di tempat suci.” Dapat juga terjadi, gereja sebagai lembaga, gereja berdiam diri atau berpihak pada kekuatan, kuasa, penguasa, pengusaha, yang diskriminatif, tidak adil, dan menindas masyarakatnya. Contohnya, banyak, Anda bisa amati sendiri, asal jeli dan cermat, di berbagai tempat, bukan? “Oh…Yerusalem, Oh…gereja,” rintihan mereka, dari jurang kekelamannya.

4. Kekejian di balik kesucian, atas nama agama

Ketika Yesus datang, Firman yang menjadi manusia. Allah yang menjadi manusia. Perawan Bunda Maria, mengandung-Nya, oleh karya Roh Kudus. Maka, Yesus, Anak Allah, Ia yang kudus, Penasihat Ajaib, Suara kebenaran dari sorga. Yesus yang menyembuhkan orang pada hari Sabat. Bersama murid memetik gandum hari Sabat. Yesus makan, tangan tidak dicuci. Bergaul dengan orang berdosa. Mengaku Anak Allah. Kesemuanya, telah melanggar tatanan agama yang ada. Yesus telah menghujat Allah, menista agama. Ia layak dihukum mati, atas nama agama. Oh Yerusalem, Yerusalem, kau lempar utusan-Nya. Kau bunuh seorang Nabi. Kekejian dan kelaliman, di balik kesucianmu. Membunuh atas nama agama. Tangan sucimu, penuh darah. Kesalehanmu, berbalut kematian darah Sang Suci. Agama berlumuran darah. Kota suci dan mulia, penumpah darah. Oh…Yerusalem, Yerusalem.

Agama dan iman, yang sangat ekslusif, dapat tergelincir menjadi agama pemegang otoritas kebenaran mutlak dan absolut. Seolah-olah, kebenaran, satu-satunya yang benar, hanya ada pada mereka. Di luar sana, semuanya salah, dan tidak benar. Hanya di dalam sini, kami dan pada kami, yang benar dan tidak salah. Klaim itu, mengartikan, agama telah menjadi seperti Tuhan. Atau telah mempertuhankan agama. Di balik agama itu, berdirilah para tokoh-tokoh agama, yang eksklusif, juru bicara kebenaran absolut, dan eksekutor bagi para penghujat dan penista. Tangan saleh, penuh doa, dan jubah suci, terhormat, di baliknya dapat berlumuran darah. Tindakan keji dan lalim, atas nama agama. Oh… Yerusalem, .. Yerusalem.

5. Darah paling mahal

Yesus ke Yerusalem, mengemban misi sorgawi, menggenapi nubuat para nabi. Yerusalem bukan tempat eforia, tetapi sengsara, derita, dan kematian. Sudah dinubuatkan, Ia tahu dan sudah memberitahu para murid. Jalan ke Yerusalem, untuk “Bapa, jadilah kehendak-Mu, bukan kehendak-Ku” Tugas yang harus selesai, dan di atas salib, ”Sudah selesai,” oleh-Nya.

Melalui sengsara dan kematian-Nya, kita menemukan makna:

  1. Darah yang tercurah adalah darah paling mahal, darah Putra Allah, Anak Domba Allah.
  2. Utang dosa telah lunas dibayar, melalui darah paling mahal.
  3. Manusia yang dibelenggu dosa, dan hamba dosa, telah tebus dengan darah paling mahal.
  4. Di atas salib, ketidak-berdayaan manusia melawan dosa, sudah diselesaikan melalui darah paling mahal. .
  5. Apabila Anak Manusia memerdekakan kamu, kamupun benar-benar merdeka.
  6. Kemerdekaan sejati telah dianugerahkan-Nya, melalui salib-Nya.

6. Beragama dengan benar

Agama penting dalam hidup. Agar agama tidak hanya di bibir dan di kartu identitas, tidak berdampak. Atau bahkan, sikap beragama yang sangat eksklusif, hati tega mengorbankan orang lain. Perlulah kiranya, membangun hidup keagamaan, seperti pemikiran Walter Houston Clark, “Beragama yang dewasa dan matang.” Sehingga, hidupnya :

  1. Agama utama dalam hidupnya.
  2. Agama meneduhkan hati dan hidupnya.
  3. Agama dapat memberi kritik diri / koreksi diri.
  4. Hidup semakin bergantung pada Tuhan.
  5. Hidup semakin berkualitas.
  6. Integrasi : iman, ilmu dan perbuatan baik.
  7. Hidup semakin bermanfaat bagi orang lain.
  8. Semakin rendah hati.
  9. Hidup menjadi bertumbuh dan maju.
  10. Hidup semakin aktif, kreatif, interaktif dengan sesamanya.

SELAMAT MENAPAKI MINGGU SENGSARA KRISTUS, dengan beragama yang dewasa dan matang.

Bagikan tulisan ini:

Leave a Reply

Your email address will not be published.