Berita InternasionalBerita NasionalHeadlineKanan-Slider

Kisah Kasih Paling Agung: Refleksi Jumat Agung dan Paskah

Oleh: Ripaldi

A. Pluralitas: Tanggung Jawab Global

Keyakinan pada dasarnya bermakna keyakinan yang sungguh-sungguh, dan kepastian. Hal tersebut menunjuk pada sikap atas sesuatu yang diyakini sebagai pegangan hidup. Dalam bukunya Satu Bumi Banyak Agama : Dialog Multi-Agama Dan Tanggung Jawab Global, Paul F. Knitter memahami bahwa dialog antar agama pada dasarnya bertujuan menghasilkan suatu dialog yang pluralistik dan membebaskan. Dialog tersebut berupaya untuk melahirkan kesadaran bersama dalam tanggung jawab global seperti penderitaan manusia dan masalah lingkungan hidup. Dialog tersebut dilakukan dalam komunitas yang egaliter tanpa adanya sikap inferior maupun superior.[1]

Pernyataan di atas mengibaratkan gambaran keyakinan layaknya peribahasa “Banyak jalan menuju Roma”. Hal-hal yang sifatnya eksklusif merupakan salah satu model pendekatan pada agama lain yang dihindari. Keyakinan pada nilai-nilai pluralis menjadi sangat penting. Sebab semua agama pada akhirnya menuju tempat yang sama. Baginya dengan demikian klaim bahwa nilai normatif tertinggi bagi orang Kristen dalam Yesus tidak menjadi norma final. Melainkan semua agama bertemu dalam perbedaan dengan keyakinan pada Yang Tertinggi (Ultimate Reality) atau Allah.[2]    

Hal di atas tentu dapat dimengerti dalam kerangka memahami tanggung jawab sebagai manusia dalam dunia yang majemuk. Permasalahan-permasalahan global tentu tidak bisa dilepaskan dari tanggung jawab global, yang artinya tanggung jawab semua agama. Namun, walaupun demikian, ada ranah-ranah yang sifatnya spiritual yang berdasar pada keyakinan tertentu yang tidak ditawar. Hal tersebut menuntut satu sikap yang jelas pada satu keyakinan yang menjadi pegangan hidup.

B. Sikap Skeptis Atas Realitas Kebangkitan Yesus: Suatu Tantangan

Artikel ini bertujuan untuk menjelaskan pegangan hidup yang dimaksud sebelumnya dengan terang walaupun dalam tulisan yang terbatas. Sebagai tanggung jawab sebagai orang percaya sebagaimana disampaikan dalam 1 Petrus 3:15b yakni “Siap sedialah pada segala waktu untuk memberi pertanggungjawaban dari kamu tentang pengharapan yang ada padamu (TB 2: LAI)”. Hal tersebut bertujuan untuk melawan sikap skeptis atau ragu-ragu atas kebangkitan Yesus.

Penulis mengutip beberapa contoh sikap skeptis atas kebangkitan tersebut sebagaimana yang dituliskan oleh Michael R. Licona dalam bukunya “The Resurrection Of Jesus”,  David Hume misalnya membangun sebuah argumen yang didasarkan pada fokus intelegensi dan integritas dari keajaiban kesaksian yang disampaikan. Baginya ada tiga hal yang menjadi alasan. Pertama, keajaiban tentang kebangkitan ditolak dan tidak mengedukasi. Kedua, keajaiban kebangkitan tidak relevan di zaman modern. Ketiga, kesaksian tentang kebangkitan menipu atau palsu.[3]

Contoh lain misalnya menurut Licona seperti Bart D. Ehrman merespons keyakinan tentang kebangkitan Yesus membuat pernyataan bahwa “Jika pun keajaiban dimungkinkan, maka tidak ada tempat dalam sejarah dalam kanon bahwa hal tersebut benar-benar terjadi. Jika pun hal tersebut terjadi, para penulis (kitab) tidak bisa mendemonstrasikannya”.  Lima alasan menurutnya yakni pertama, kebangkitan Yesus didasarkan pada sumber yang miskin. Kedua, baginya apa yang terjadi pada masa lalu tidak benar-benar bisa kita ketahui, masa lalu sudah selesai, tapi dalam kasus yang lain kita sebenarnya tidak tahu”. Ketiga, hipotesis tentang kebangkitan Yesus lebih merupakan teologi dibandingkan histori. Keempat, jika kita menerima keajaiban tersebut, maka kita harus juga berprinsip bahwa hal tersebut juga harusnya diakui juga bagi tokoh-tokoh agama lain. Kelima, pencarian pada sumber kanon tidak memungkinkan sebuah investigasi oleh sejarawan.[4] Sikap skeptis tersebut pada saat ini menjadi tantangan bagi dunia kekristenan sendiri. Namun sekali lagi dalam 1 Petrus 3:15b yakni “Siap sedialah pada segala waktu untuk memberi pertanggungjawaban dari kamu tentang pengharapan yang ada padamu (TB 2: LAI)”.   

C. Refleksi Jumat Agung dan Paskah Menurut Iman Kristen

Jumat Agung pada dasarnya menunjuk pada peristiwa kematian Tuhan Yesus Kristus. Sedangkan Paskah menunjuk pada kebangkitan Tuhan Yesus. Dalam 1 Korintus 15: 17, Paulus menyatakan bahwa “Jika Kristus tidak dibangkitkan, maka sia-sialah kepercayaan kamu dan kamu masih hidup di dalam dosamu (TB 2:LAI).” Hal tersebut menjadi pegangan hidup bagi orang percaya dalam menjalani kehidupannya di dunia. Menurut Nicolas Rande dan Daniel Ronda bahwa pemberitaan tentang kebangkitan tersebut menjadi pokok teologis yang disampaikan oleh Paulus satu kali saja, tetapi menjadi pemberitaan yang disampaikan berulang-ulang.[5]

Lebih lanjut menurut mereka, kebangkitan Tuhan Yesus merupakan peristiwa yang memang terjadi sekali, namun dampaknya masih terasa hingga sekarang. Ia dibangkitkan oleh Allah dalam masa lampau, namun peristiwa tersebut menjadi jalan bagi orang percaya untuk dibangkitkan pula dan diberikan kehidupan kekal sesudah kematian.[6] Hal tersebut menunjukkan tindakan Allah yang hadir dan bertindak untuk membangkitkan. Oleh sebab itu, karena kebangkitan Kristus, maka pemberitaan dan kesaksian tentang Yesus tidak menjadi sia-sia. Sebagai orang percaya kita dibebaskan dari dosa. Kebangkitan Tuhan Yesus meneguhkan pemberitaan tersebut. Dengan kata lain, meminjam kata Rande dan Ronda bahwa “kepercayaan kita tidak menjadi hampa, dan pemberitaan tersebut tidak menjadi berita yang kosong belaka”.[7]  Hendra Winarjo menyampaikan bahwa peristiwa kebangkitan Yesus membuat para murid menjadi pemberani, tidak lagi menjadi kumpulan pengecut. Oleh sebab itu, kebangkitan Yesus bukanlah halusinasi melainkan sebuah fakta histori yang tidak terbantahkan.[8]

Dalam konteks masa kini, peristiwa Jumat Agung dan Paskah menjadi momen sakral bagi orang percaya untuk terus dihayati dan meneguhkan iman kita. Jumat Agung menjadi penggenapan kedatangannya ke dunia untuk menghapus dosa-dosa manusia (Bdk. Yoh. 3:16-18). Sedangkan Paskah menjadi dasar keyakinan bagi orang percaya bahwa keselamatan nyata tersedia di dalam Yesus. Sebagai mana kata Yesus dalam Yohanes 14:6 “Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorang pun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku (TB 2: LAI)”.  Ia adalah jalan kita menuju surga. Bukankah ini kisah kasih paling agung bagi kita?

Sumber Referensi

Hendra Winarjo. “Pembuktian Kebangkitan Yesus Bukan Halusinasi: Tinjauan Terhadap Keraguan Kebangkitan Yesus Secara Historis.” chrome-extension://efaidnbmnnnibpcajpcglclefindmkaj/https://repository.seabs.

Michael R. Licona. The Resurrection of Jesus: A New Historiographical Approach. Downers Grove: IVP Academic, 2010. Http://library.lol/main/57702EAA489F84478EC3DEA33DF7C931.

Paul F. Knitter. Satu Bumi Banyak Agama : Dialog Multi-Agama Dan Tanggung Jawab Global, Terj. One Earth Many Religions: Multifaith Dialogue Dan Global Responsibility, Diterjemahkan Oleh Nico A. Likumahuwa. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2008.

Rande, Nicolas, and Daniel Ronda. “Makna Kebangkitan Kristus Berdasarkan I Korintus 15:12-28 Dan Implikasinya Bagi Orang Percaya.” Jurnal Jaffray 11, no. 2 (October 2, 2013): 1. http://ojs.sttjaffray.ac.id/index.php/JJV71/article/view/79.


[1] Paul F. Knitter, Satu Bumi Banyak Agama : Dialog Multi-Agama Dan Tanggung Jawab Global, Terj. One Earth Many Religions: Multifaith Dialogue Dan Global Responsibility, Diterjemahkan Oleh Nico A. Likumahuwa (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2008), 20-22, diakses pada tanggal 07 Maret 2024, https://drive.google.com/file/d/1llU3YKwU7QADL-bQKz8Jq92ckB6fakZa/view.

[2] Ibid., 23.

[3] Michael R. Licona, The Resurrection of Jesus: A New Historiographical Approach (Downers Grove: IVP Academic, 2010), 139, diakses pada tanggal 07 Maret 2024, http://library.lol/main/57702EAA489F84478EC3DEA33DF7C931.

[4] Ibid., 171–174.

[5] Nicolas Rande and Daniel Ronda, “Makna Kebangkitan Kristus Berdasarkan I Korintus 15:12-28 Dan Implikasinya Bagi Orang Percaya,” Jurnal Jaffray 11, no. 2 (October 2, 2013): 8-9, diakses pada 08 Maret 2024, http://ojs.sttjaffray.ac.id/index.php/JJV71/article/view/79.

[6] Ibid., 9.

[7] Ibid., 10–11.

[8] Hendra Winarjo, “Pembuktian Kebangkitan Yesus Bukan Halusinasi: Tinjauan Terhadap Keraguan Kebangkitan Yesus Secara Historis,” 77–78, diakses pada 08 Maret 2024, chrome-extension://efaidnbmnnnibpcajpcglclefindmkaj/https://repository.seabs. Adobe pdf.

Bagikan tulisan ini:

Leave a Reply

Your email address will not be published.