HeadlineKanan-SliderSlider

KECIL INDAH (Refleksi Luk 16 : 1 – 13)

Oleh Tulus To’u

I. Kecil itu indah
“Small Is Beautiful” ide Leopold Kohr (1909–1994), melawan konsep ”Bigger is better.” Ketika “Bigger is better” digaungkan di mana-mana, E.F. Schumacher mengusung “Small is Beautiful.” Karyanya “Small is Beautiful: Economics as If People Mattered (1973).” Kemajuan ekonomi, terjadi karena dorongan egoisme manusia yang kuat, yang ditolak oleh agama dan kearifan local. Ekonomi modern didorong oleh keserakahan. penyebab ekspansinya. Apakah penyebab kemajuan ini, bisa efektif dalam waktu lama, atau malah membawa benih kehancuran? Produksi dari sumber daya lokal untuk kebutuhan local, adalah cara hidup ekonomi paling rasional. Pemenuhan kebutuhan manusia dari sumber-sumber yang jauh, dibandingkan dari daerah setempat, menunjukkan kegagalan ketimbang kesuksesan. Pertanian yang lebih kecil, akan dapat berperan menyediakan pasokan makanan alternatif, jika terjadi krisis pangan. Kecil itu bukan hanya indah, tapi kekuatan besar menghadapi krisis.

Jadi, yang besar-besar itu, belumlah segalanya. Sebaliknya, dalam yang kecil-kecil itu, tersimpan kekuatan yang besar. Setia dengan yang kecil-kecil, dikelola berkelanjutan, disinergikan semua yang kecil-kecil, akan menjadi besar dan berkekuatan besar. Maka, menghargai, menghormati, setia dan bertanggung jawab pada yang kecil, perkara kecil, menjadi sikap terpuji. Sebab, memang, kecil itu indah, “small is beautiful.”

II. Karakter produktif-konstruktif

Segala hal yang besar, dimulai dari yang kecil. Yang kecil, awal yang besar. Tidak ada yang tiba-tiba menjadi besar. Karakter yang baik, konstruktik dan produktif, juga dimulai dari hal-hal kecil, dilatih, ditempa, diulang-ulang, dibiasakan hingga membudaya menjadi gaya hidup. “Bigger statr and begin small.”

  1. Langkah seribu. Sun Tzu, filsuf Tiongkok, mengatakan bahwa “Perjalanan seribu mil dimulai dari satu langkah kecil”. Pernyataan ini menekankan untuk mencapai kesuksesan, tidak bisa secara tiba-tiba, tetapi harus melalui langkah-langkah kecil sebagai proses yang wajib dilewati. Ada yang ingin sukses dan berhasil, tetapi tidak mau berusaha. Ada orang, ingin akan hal-hal besar, tetapi mereka mengabaikan hal-hal kecil, sebagai bagian yang harus dilalui, untuk mecapai hal besar. Orang lupa bahwa kualitas dibentuk mulai dari hal-hal yang kecil, dan benarlah apa yang dikatakan kalau kecil itu indah, “Small is beautiful.” Segala yang ada di dunia ini, berawal dari yang kecil dan sederhana. Ia melewati proses panjang dan melelahkan, maka yang kecil itu akhirnya menjadi besar dan dibanggakan. Di sini hukum alam, perlu penghargaan dan penghormatan bagi yang kecil. Sebab tanpa yang kecil itu, mustahil ada yang besar. Yang besar, selalu mulai dari yang kecil. Puncak tangga, mesti dimulai dari anak tangga pertama. Dikit-dikit, menjadi bukit. Langkah seribu, diawali langkah pertama.
  2. Membangun karakter. Kebiasaan, merupakan kegiatan seseorang yang dilakukan berulang-ulang dan terus-menerus. Yang diulang itu, baik hal-hal hidup, yang mengikuti irama bergerak dan berputarnya alam. Misalnya, kebiasaan jam tidur, jam bangun, waktu mandi dan makan. Atau, hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan-kegiatan dan aktivitas-aktivitas bekerja. Kebiasaan yang diulang-ulang itu, pada akhirnya membuat dirinya biasa dengan hal itu. Segala hal yang biasa dilakukan secara berulang-ulang, akhirnya menjadi kebiasaan. Kebiasaan yang terus berlanjut, puncaknya membudaya dalam dirinya, sehingga itulah budaya dirinya. Perkara karakter konstruktif dan produktif diri seseorang, berlaku konsep dan prinsif tersebut. Tidak ada yang instan, mudah, cepat, semudah membalik telapak tangan. Karakter baik tersebut, dilatih, digembleng, diulang-ulang, dibiasakan dan komitment. Terjadi pembiasaan, pembudayaan, dan terjadi internalisasi dalam diri. Itulah budaya dan gaya hidupnya. Karakter yang baik, hasil proses pembudayaan hal baik dan benar, dalam hidupnya.
  3. Langkah M-6 dan B-7. John Maxwell, dalam “Talent is Never Enough.” Saya modifikasi menjadi M-7: 1.Memulai perubahan. Kalau ingin berubah, harus dimulai segera. 2.Mulai dari diri sendiri. Pembentukan karakter itu harus dimulai dari diri sendiri, tanggung jawab sendiri. 3.Melakukan yg baik. Pembentukan karakter itu dilakukan dengan melakukan hal-hal baik dan benar. 4.Mulai dari hal kecil. Ia mesti mulai dari yang kebil dan hal-hal kecil. Tidak dapat langssung besar.5.Melakukan tiap hari. Ia dilakukan secara berkelanjutan, secara sinambung, setiap hari, dari hari ke hari. 6.Mengalami perubahan. Perubahan telah dimulai dan terus bergerak tanpa henti, setiap hari M-7, membentuk karakter, perlu ditambah, B-7 :1.Pilih yang baik. 2.Buang yg buruk. 3.Pikir yang baik-baik. 4.Jalan di jalan yang baik. 5.Lakukan yang baik-baik. 6.Kerjakan dengan baik. 7.Berbuat baik. 8.Berbuah: keajaiban. Setelah berhari-hari, berminggu-minggu, berbulan-bulan, bertahun-tahun, kita akan melihat telah terjadi perubahan besar dan ajaib. Benar, Langkah seribu, mesti dimulai langkah pertama. Berkelanjutan, langkah demi langkah,hingga seribu langkah. Bukit karakter baik, karena dikit-dikit menjadi bukit. Melatih, menempa, mengulang dan mengulang karakter-karakter yang baik. Akhirnya, terbentuklah karakter-karakter produktif-konstruktif, membuahkan manfaat bagi dirinya dan sesamanya.

III. Karakter anak-anak terang

Murid Kristus, sebagai anak-anak terang, gaya hidup dan karakter, yang perlu ditumbuhkan dan dikembangkan, a.l.

  1. Cerdik-tulus. Cerdik itu adalah cepat mengerti dan paham sesuatu. Panjang akal dalam menghadapi persoalan. Pandai mencari celah pemecahan dari suatu masalah. Penuh kehat-hatian dalam bertindak. Bijak menyikapi suatu keadaan. Cerdas melihat ke depan. Karakter demikian, hasil proses belajar, pendidikan dan pengalaman hidup. Tiga hal itu, membentuk diri dan karakter cerdik. Ibarat ular, meskipun hutan lebat, semak belukar, batu-batu cadas, ia pandai meluncur, meliuk-liuk, mencari celah-celah, lobang-lobang, dan jalan-jalan, untuk dilaluinya. Kecerdikan, dapat disalah-gunakan, untuk kepentingan dan keuntungan pribadi. Dapat membahayakan dan merugikan orang lain. Maka, Sang Bijak, “Hendaklah cerdik dan tulus.” Agar kecerdikan berdayaguna bagi dirinya dan sesamanya. Bukan sebaliknya, merugikan sesama. Tanpa ketulusan, cerdiknya membahayakan.
  2. Setia. Setia, sebagai komitmen hati atas kepercayaan yang diberikan kepadanya. Menjaga, merawat dan memelihara, hal-hal yang ditaruh di pundaknya. Tugas yang diberikan padanya, sebagai penghargaan dan kehormatan baginya. Dikerjakan dengan hati, ketekunan, kegigihan, dan terbaik. Kata-Nya, “Hendaklah setia dalam perkara kecil.” Orang, kadang hanya terfokus hal-hal yang besar, lalu, melupakan, dan mengabaikan hal-hal yang sederhana dan kecil. Padahal untuk bisa sampai pada perkara-perkara yang besar, harus mulai dari hal-hal yang kecil. Untuk bisa mencapai puncak gunung, harus mulai pendakian dari bawah, melewati lembah dan lereng terlebih dahulu. Sebelum layak untuk menerima kepercayaan lebih besar, mau tidak mau, harus lebih dahulu melewati proses dari bawah. Tidak ada, tiba-tiba berada di puncak. Perlu ada ujian kesetiaan, ujian ketekunan dan ujian kesabaran dalam melakukan perkara-perkara kecil. Bahkan, adakalanya harus melewati pengalaman pahit, situasi sulit dan menyakit (21 Juli 2017, Air Hidup).
  3. Mulai dari hal-hal kecil. Mother Theresa, “Not all of us can do great things. But we can do small things with great love.” Ya, dunia mungkin menggaungkan, yang besar lebih baik, lebih hebat, lebih mempesona, “bigger is better.” Boleh dan dapat saja. Namun, logis dan rasional, menuju ke puncak tangga, bukan melompat. Tapi, mulai dari anak tangga satu, berjenjang meningkat, sampai ke puncak tangga. Seribu langkah, mestilah, dimulai dari langkah pertama, lalu langkah demi langkah, hingga langkah ke seribu. Perbuatan besar, tidak terjadi secara instan, dengan mudah dan cepat. Ia, dapat diawali dengan kesulitan, tantangan, bahkan kegagalan. Temuan-temuan besar, karya-karya besar, mungkin dimulai kegagalan demi kegagalan. Sebab itu, benarlah, “Small is beautiful,” kecil itu indah. Kecil mengawali yang besar. Yang besar, dimulai dari yang kecil-kecil. Yang besar, rentetan dan kumpulan yang kecil-kecil. Dalam yang kecil, ada tersimpan kekuatan besar. Kebesaran seseorang, buah karakter-karakter yang baik. Lakukan, hal-hal kecil, yang baik, benar, dan berguna. Setia dan bertanggung jawab atas yang kecil dan sederhana. Dikerjakan dengan sepenuh hati dan sekuat tenaga. Melakukan yang terbaik. Memberikan yang terbaik.
  4. Bertanggung jawab. Seorang yang menerima dan memiliki tugas dan pekerjaan, tentu, sebuah kebanggaan, kehormatan dan kepercayaan. Apalagi, hal itu untuk penghidupan dan layanan bagi sesamanya. Bekerja bagi diri sendiri, sekaligus di dalamnya melayani sesamanya. Bertanggung jawab, berarti komitmen dan motivasi untuk berbuat terbaik, dan memberi terbaik. Beban di pundak, dipikul sekuat dan sebaiknya. Bekerja dan melayani dengan hati dan sepenuh hati. Apa yang dijumpai dan ada di tangan, dikerjakan sekuat tenaga. Tidak menyia-nyiakan kepercayaan yang diberikan padanya. Meskipun perkara-perkara kecil dan sederhana. Semua dikerjakan dengan prinsip S-6 : kerja keras, kerja cerdas, kerja bagus, kerja lurus, kerja tulus, kerja tuntas. Kesetiaan dan tanggung jawab ini, pintu dan jalan bagi kepercayaan yang lebih besar lagi. Pemberi kepercayaan, akan jeli menaruh kepercayaannya, di pundak hamba-hamba yang setia dan bertanggung jawab.
  5. Mendayaguna potensi diri. Hidup adalah anugerah. Bekerja adalah anugerah. Harta milik juga anugerah. Bekerja sebagai anugerah untuk mempertahankan dan melanjutkan kehidupan. Pemilikan harta kekayaan, dalam rangka bermanfaat bagi kehidupan. Bekerja dan harta kekayaan, bukan tujuan, tapi untuk memberi manfaat layanan sesama dan kemuliaan Allah. Sebab itu, segala potensi diri dan harta kekayaan, dihindari menjadi kemegahan diri. Jauh dari kesombongan dan tinggi hati, menepuk dada. Sebaliknya, semua potensi hidup, didayaguna, kesempatan menjadi berkat bagi sesama dan kemuliaan Allah. Kristus melihat, mamon dapat bermanfaat dalam hidup manusia. Manfaatkan mamon dengan bijak. Manfaatkan mamon di dalam ketaatan kepada Allah. Kisah bendahara itu, memanfaatkan mamon untuk menolong kesulitan yang akan dia hadapi di depan. Bendahara, menempatkan mamon sebagai alat. Tempatkan mamon pada posisi sebagai alat yang menopang kehidupan, dan bukan tujuan. Sehingga, tidak terjadi, di mana hartamu berada, di situ hatimu berada. Harta tidak menjadi akar kejahatan, dan orang menyimpang dari iman,
  6. Mengabdi sebagai anak terang. Kristus Yesus mengangkat hal kecil menjadi sesuatu yang perlu mendapat perhatian. “Aku bersyukur kepada-Mu, Bapa, Tuhan langit dan bumi! Sebab semuanya itu, Kau sembunyikan bagi orang bijak dan pandai, tetapi Kau nyatakan kepada orang kecil.” Orang-orang sederhana, orang-orang kecil, atau siapapun, yang memiliki hati hamba, hati melayani, semua diundang dan dipanggil, menjadi anak-anak terang, yang mengabdi dan melayani.

Kecil itu indah, ”small is beautiful,” dalam diri yang kecil dan sederhana, tetapi memiliki “great love,” kasih yang besar, akan, bagaikan seribu lilin, menyinari kegelapan. Benih sesawi yang kecil, akan mekar menjadi tanaman besar dan rindang. Ragi yang kecil, akan mengkhamirkan adonan roti yang besar. Garam yang larut, akan menggarami larutannya. Sungguh, kecil itu indah. Setialah dengan perkara-perkara kecil. Bertanggung jawab dan setia dalam pekerjaan. Lakukan dan berikan yang terbaik, “do my best, giving my best.” Bintangmu akan bersinar, bagaikan fajar merekah, di pagi hari. Wahai … hamba-hamba yang setia, masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan tuanmu. Puncak bahagia para setiawan.

SELAMAT SETIA PADA PERKARA-PERKARA KECIL

Bagikan tulisan ini:

Leave a Reply

Your email address will not be published.