HeadlineKanan-SliderSlider

GIVING MY BEST (Menyambut Minggu Sengsara VI, 2022)

Oleh Tulus To’u

I. Sungguh amat baik

  1. Leluhur kera?. Seorang siswa, selesai belajar tentang Charles Robert Darwin, pulang dari sekolah, bertanya kepada orang tuanya, benarkah kita ini keturunan kera? Imbas pemikiran Darwin, “Survival of the fittest,” yang kuat yang menang. Perlahan-lahan banyak menjadi ateis. Gereja perlahan-lahan ditinggalkan. Gereja kosong, dijual, beralih fungsi, bahkan ada menjadi masjid. Kalau jeli, teori Darwin, dapat dilihat dalam praktik kerja, usaha, relasi, sosial, ekonomi, kepemimpinan. Kalau disimpulkan, manusia turunan kera, itu imaginasi kreatif Darwin saja, tidak ada lompatannya. Kaum ateis juga, tidak mau repot-repot memikirkan Tuhan. Kemakmuran negara, ada kerja dan uang, cukup. Tidak perlu Tuhan. Bila sakit, tinggal pergi ke dokter. Ada problem, tinggal pergi ke psikolog/ psikiater. Dll. Negara sudah menyediakan berbagai fasilitas warganya. Seolah, semuanya dapat menggantikan Tuhan. Itu, di negara-negara maju.
  2. Ciptaan tertinggi. Ketika membaca Alkitab, kita terpesona, lalu menepis pikiran Darwin. Ada Allah, awal mula dan pencipta alam semesta. Sebelum mencipta manusia, alam dan segala isinya dicipta lebih dahulu. Segala makhluk hidup dan alam semesta, begitu mengagumkan dan mempesona. “Pelangi-pelangi alangkah indahmu. Merah kuning hijau. Di langit yang biru. Pelukismu agung siapa gerangan. Pelangi-pelang ciptaan Tuhan,” AT.Mahmud. Allah, Pelukis Agung, melihat ciptaan-Nya itu, “Semuanya baik.” Namun, semua makhluk hidup yang ada, berbeda dengan manusia. “Manusia makhluk tertinggi, yang Allah pernah ciptakan,” Ruslan Abdul Gani. Sebab, kepada manusia, Allah memberikan hati dan akal-pikiran. Ini yang membuatnya berbeda dan lebih tinggi dari makhluk lainnya. Keduanya itu, menjadi potensinya untuk menaklukkan dan berkuasa atas alam. Namun mandat konstruktif Allah, lebih pada mengusahakan, mengelola, dan memelihara alam ini. Bukan mengekspolitasi dan alam dibiarkan rusak, sebagaimana kita saksikan terjadi.
  3. Sungguh amat baik. Meningkat dari ciptaan tertinggi, manusia juga puncak karya Allah. Dicipta terakhir, di hari terakhir, sebelum hari Allah memberkatinya. Semua ciptaan lain, ditaruh di bawah kakinya, disediakan baginya, bagi kepentingan hidupnya. Ia dapat berkuasa dan menaklukannya, dalam mandat konstruktif Allah. Tidak sewenang-wenang. Sebab itu, manusia puncak karya-Nya, dan mahkota ciptaan-Nya. Sehingga, kata-Nya, dalam keterkaitan dengan ciptaan lain, ”Sungguh amat baik.” Allah memahkotai manusia dengan kemuliaan dan hormat. Mereka akan terhormat, dihargai, dimuliakan, ketika hidup baik dan benar, seturut Allah yang baik dan benar. “Kuduslah kamu, sebab Aku kudus,” kata-Nya.

II. Ingin dipandang baik

  1. Nama baik. Bijak, ”Nama baik lebih berharga dari pada kekayaan besar. Dikasihi lebih baik dari pada emas dan perak.” Manusia bermula, berawal dan berasal dari debu tanah. Yang menjadi darah, air, daging dan tulang. Murah, idak bernilai tinggi, apalagi mulia dan luhur. Keadaan berbalik dan berubah ketika Allah hadir. Allah menghembuskan “nafas hidup-Nya,” ke dalamnya. Manusia menjadi makhluk yang hidup, bergerak, aktif dan dinamis. Mampu melakukan berbagai aktivitas, sikap, perilaku dan perbuatan, menggambarkan nama di pundak dan disandangnya. Nama baik, dipertahankan dan dibela. Sisi-sisi gelap dan kurang baik, diminimalkan. Kepercayaan orang, dijaga sebaik-baiknya. Kepercayaan dan nama baik, tidak boleh hilang, karena sangat mahal, lebih mahal dari harta kekayaan.
  2. Dihormati. Manusia sebagai makhluk yang bekerja, agar hidup, untuk hidup dan mempertahankan hidup. Melalui hidup dan kerjanya, ia juga mengembangkan relasi dan komunikasi dengan orang lain. Relasi dan komunikasi secara mental dan spiritual, menjadi kebutuhannya. Ia bekerja dengan semangat tinggi, melakukan dengan baik, agar mendapat apresiasi sesamanya. Apresiasi itu sebagai tanda dirinya berharga, dihargai dan dihormati. “Dalam relasi dan kerja, seseorang penuh semangat. Mencapai hasil yang baik dan sukses. Agar dirinya diterima, dihormati, tidak diabaikan oleh orang lain. Bahkan dilibatkan dalam mengembangkan gagasan pemimpinnya,” David Mc.Clelland. Jadi, bekerja yang baik, agar dirinya dihargai. Manusia butuh dihargai dan menghargai. Dihormati dan menghormati.

III. Narwastu, 14 juta rupiah

  1. Hati digerakkan Roh Kudus. Maria bersaudara tinggal di Betania. Telah mengalami kuasa sorgawi Kristus, yakni Lazarus saudaranya, dibangkitkan dan hidup. Ketika Kristus diundang ke perjamuan di rumah Simon si Kusta, di Betania. Maria, Marta, Lazarus, datang ke perjamuan dan untuk berjumpa Kristus. Ini kesempatan terakhir. Kuasa kasih, syukur, dan Roh Kudus, menggerakkan hati mereka. Secara khusus, amat pribadi dan rahasia, Maria tergerak oleh kuasa Roh Kudus, menyiapkan buli-buli pualam, berisi Narwastu ½ kati (= 300 gr), senilai 300 Dinar (1 D Kuwait = Rp.47.000) = Rp.14 jt., sangat mahal, guna mengurapi Kristus Tuhan.
  2. Melakukan terbaik. Dalam perjamuan itu, Maria dalam tuntunan Roh Kudus, mengurapi dengan menumpahkan Narwastu mahal itu ke kepala Kristus. Ia menyeka Narwastu pada kaki Kristus, dengan rambutnya. Reaksi keras muncul. Mereka tidak mengerti dan tidak paham, alasan dan maksud perbuatan itu. Yudas, iri hati melihat itu, “Pemborosan, mengapa tidak disumbang bagi yang miskin.” Murid-murid lain, gusar melihat itu, “Pemborosan.” Semuanya menyalahkan Maria, perempuan berhati luhur, murni dan suci, “tidak ada udang di balik batu.” Yesus Kristus, tahu hati Maria, untuk apa Maria melakukan itu. Kristus menenangkan mereka, “Mengapa kalian menyusahkan perempuan itu? Ia melakukan yang terbaik, (do her best), untuk persiapan kematian dan penguburan-Ku.” Yesus tahu sengsara, penderitaan dan kematian yang sekejap akan dialami-Nya. Misi-Nya, misi sorgawi, misi pembebasan dan penyelamatan, yang perlu pengorbanan-Nya. Maria, telah mengurapi-Nya, sebagai kepastian bahwa Yesus pelaksa misi pembebasan itu. Maria, “Do her best.” melakukan terbaik bagi Kristus. Menumpahkan Narwastu senilai Rp.14jt. untuk pengurapan Tuhannya.

IV. Total jiwa raga Kristus

  1. Dalam kegelapan maut. Waktu masih di Bandung, dulu, bersama murid-murid berwisata ke pulau Dewata. Salah satu obyek dikunjungi, tarian Barong Bali. Menarik, sepanjang tarian, suasana pertentangan dan perkelahian, kalah menang bergantian, sampai akhir. Narasinya, pertentangan dan perseteruan terang dan gelap, baik dan jahat, kalah menang silih berganti, tak ada yang kalah atau menang sampai akhir. Itulah, dunia ini. Iman kita, melihat lain. Dosa, kekuatan dahsyat mencengkeram manusia. Merambah masuk ke berbagai area hidup manusia. Manusia tidak berdaya melakukan yang benar. Bahkan, ia tidak tahu apa yang dilakukannya. Diperhamba dan diperbudak, serta dibelenggu oleh tuannya, dosa. Ia bagaikan berjalan dalam gelap. Kuasa kegelapan dan maut menaungi hidupnya. Sehingga, kematian, maut dan kebinasaan menunggunya, di ujung seberang sana.
  2. Allah melawat. Tak ada satu sosokpun yang dapat menolong manusia. Nabi-nabi dan guru-guru telah diutus untuk mendidik dan mengajar keselamatan bagi mereka. Namun, cengkeram, belenggu dan rantai perbudakan dosa, begitu kuat dan kokoh. Sehingga, memang tak seorang manusiapun, yang dapat menolong menyelamatkan sesama manusia. Manusia, sungguh tidak memiliki otoritas, wewenang dan kuasa untuk menyelesaikan dosa dunia ini. Wewenang, otoritas dan kuasa itu hanya ada di tangan Allah. Sebab itu, oleh kasih-Nya, yang kekal, Allah melawat manusia, dalam naungan kegelapan dan maut. Lawatan pembebasan dan penyelamatan.
  3. Kristus berkorban jiwa raga. Lawatan dan misi pembebasan serta penyelamatan itu, tidak mudah, apalagi murah. Oh…tidak. Sebaliknya, amat berat, keras, dahsyat. Perlu satu pengorbanan, tidak dapat dihitung besar dan mahalnya. Allah sendiri, harus turun menjumpai manusia melalui Yesus Kristus. Kristus, di Getsemani, bergumul dan menawar, “Jikalau cawan itu boleh lalu?” Tetapi, oleh siapa lagi, utusan yang lain? Tidak ada. Ia Putra tunggal-Nya. Misi penyelamatan dan pembebasan itu, tidak dapat ditawar, harga mati. Maka, ”Jadilah kehendak-Mu.” Yesus, Putra sorgawi yang taat dan setia. Harganya: pengorbanan total jiwa raga, jalan salib, jalan sengsara, tersalib dan mati disalib. Tertumpah darah Penebus, darah paling mahal, di Golgota. Untuk menebus dan membebaskan manusia. Semata oleh anugerah-Nya, Sola Gracia. Memberi hidup terbaik, giving His best.

V. Giving my best, kuberikan terbaik

Manusia adalah ciptaan sungguh amat baik. Hidup menginginkan hal yang baik. Ingin dipandang baik. Teladan hidup memberikan yang baik dan terbaik. Inspirasi itu, dapat dikembangkan dalam implementasi diri, “giving my best.”

  1. Mulai dari pikiran. Walter Doyle, “Bila anda mengubah pikiran anda, maka anda mengubah keyakinan anda. Bila anda mengubah keyakinan anda, maka anda mengubah harapan anda. Jika anda mengubah harapan aanda, maka anda mengubah sikap anda. Jika anda mengubah sikap anda, maka anda mengubah perilaku anda. Jika anda mengubah perilaku anda, maka anda mengubah performance anda. Jika anda mengubah performance anda, maka anda mengubah hidup anda.” Perubahan hidup dan hidup yang baik, bermula dan bermuara pada pikiran. Penting, menaruh, meletakkan, menempatkan, menyimpan, segala yang baik, benar, luhur, mulia, kudus dan suci, dalam pikiran. “Pikirkanlah semuanya itu,” Bijak. Diolah, untuk nantinya diimplemtasikan.
  2. Luapan hati, yang baik. Saya, suatu kali membahas “ hati manusia,” dalam persekutuan pemuda. Seorang mahasiswa kedokteran mengatakan bahwa pusat hidup manusia adalah otaknya. Bila, otak sudah tidak terdeteksi fungsi dan gelombangnya, di monitor ruang rawat inapnya. Berarti otak sudah tidak bekerja, ia, pasien itu, telah meninggal. Otak pusat kendali tubuh, bekerja sama syaraf-syaraf, yang mengatur dan mengendalikan seluruh proses aktivitas tubuh. Secara psikologi dan spiritual, hati menjadi tepat perasaan, suasana hati, keinginan, kemauan, semangat, motivasi, daya juang, hati membaja. Hati tempat menaruh, meletakkan, menempatkan dan menyimpan segala yang baik dan benar. Iman, akan menjadi hati yang beriman. Kasih, menjadi hati yang mengasihi. Jaga dan pelihara hati, sebab dari sana terpancar kehidupan. Hal-hal yang diolah di pikiran, pilah dan pilih yang baik dan benar, bawa masuk ke dalam hati. Sisihkan hal yang buruk, yang tidak baik dan tidak benar. Orang baik mengeluarkan hal-hal yang baik, dari perbendaharaan hatinya yang baik. Sebab, yang diucapkan mulut, meluap dari hatinya. Maka, perlu muarakan hati pada yang baik dan benar.
  3. Bibir menggembalakan. Kata-kata bagaikan anak panah melesat tanpa kembali. Belajar dari strategi bercatur, “Berpikir dulu, baru bertindak.” Begitulah baiknya, mulut, bibir, lidah, dalam berucap. Pikir dulu, baru ucapkan. Bijak berkata, berhikmat ucapan. Bibir orang benar, menggembalakan banyak orang. Kata yang meneduhkan dan menyembuhkan. Mendingingkan kepala yang panas. Menenangkan hati yang galau. Menghantar domba ke padang rumput hijau, dan air yang tenang. “Kristus tidak punya mulut. Mulut kitalah, menjadi mulut-Nya, untuk menuntun orang datang kepada-Nya. Mulut yang menyuarakan suara dari sorga,” William Barclay.
  4. Tangan terulur memberi. Tangan dicipta untuk bekerja. Tangan juga dicipta untuk dapat terulur, menolong sesamanya. Tangan yang berbagi dan memberi. Berbagi rejeki, kegembiraan, kebahagiaan. Hidup berbahagia dan membahagiakan sesamanya. Tidak hidup hanya untuk diri sendiri. Bila punya satu tangan, cukup untuk menolong diri sendiri. Bila punya dua tangan, maka tolonglah sesamamu. “If you have one hand, help your self. If you have two hands, please help the others,” Roger Moore. Tangan yang terulur bagi sesama. Tangan yang mengangkat dan membebaskan. Tangan yang memberdayakan. “Kristus tidak punya tangan. Tapi, tangan kitalah yang dipakai-Nya untuk menolong sesama,” William Barclay. Menjadikan tangan kita, tangan Kristus yang berkarya di dunia ini.

SELAMAT MENJALANI MINGGU SENGSARA
Dengan giving my best.

Bagikan tulisan ini:

Leave a Reply

Your email address will not be published.