Valentine: Bagaimana Kasih yang Tulus Itu?
Oleh: Gabriella Tara Yohanessa
Hari Valentine kerap diidentikkan dengan keromantisan, hadiah, dan perhatian, di mana orang-orang mengungkapkan cinta dan kasih sayang pada pasangan, keluarga, dan teman terdekat. Namun, dalam terang firman Tuhan, kasih sejati tidak hanya tentang perasaan atau pemberian materi, melainkan sesuatu yang jauh lebih berarti. Jika berbicara tentang kasih, maka dalam Perjanjian Lama, kasih Allah kepada umat (dan sebaliknya), kerap diwakili oleh kata khesed yang berarti kasih yang jujur, kesalehan, solidaritas, sekaligus menggambarkan kemurahan yang bekerja timbal balik.[1]
Bentuk kasih yang indah ini belakangan justru terkikis. Sebagian kalangan cenderung memaknai hari Valentine secara dangkal dengan mengejar kesenangan sesaat yang mengarah pada pemuasan nafsu, dan mengesampingkan nilai ketulusan yang menjadi esensi kasih. Nilai kasih yang semula bersandar pada ketulusan, perlahan digantikan dengan ‘kasih yang menuntut balas.’ Boleh jadi, definisi kasih timbal balik dipahami dalam konteks yang keliru, bukan lagi saling memberi dengan tujuan baik, tetapi berlandas pada aturan ‘karena aku sudah berbuat baik atau memberi sesuatu padamu, maka kamu harus membalas kebaikanku.’
Tampaknya, kita memang perlu mengakui bahwa mengasihi orang lain tanpa mengharap balas memang tidak mudah. Namun, tentu akan baik bila kita memegang prinsip ‘jika kasih dibalas, maka itu patut disyukuri, tetapi jika tidak, maka tidak mengurangi nilai kasih itu sendiri. Dalam Yoh. 13:34-35 (TB2) ditulis “Aku memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi. Sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi. Dengan demikian semua orang akan tahu bahwa kamu adalah murid-murid-Ku, jikalau kamu saling mengasihi.” Bila demikian, idealnya hari Valentine tidak hanya menjadi sebuah hari romantis, tetapi merupakan momen untuk terus mengingatlakukan kasih sejati seperti yang Yesus ajarkan, yaitu kasih yang tulus, bersedia melayani, mengampuni, dan memberi teladan diri yang baik bagi sesama. Bukan hanya berbentuk kata-kata manis atau hadiah mahal, tetapi tindakan nyata yang memuliakan Tuhan dan membawa damai bagi sesama. Selamat hari Valentine!
[1] Ruben Nesimnasi, Teologi Perjanjian Lama II (Jakarta: LPPM IKAT Press, 2020), 77.